MAKNA BATIN YANG TERKANDUNG DALAM THAHARAH
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA
Allah adalah zat yang Maha Suci yang menyukai hal-hal yang suci. Allah
berfirman:
... إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah, 2: 222)
Yunasril Ali (2009:33-34) sebagaimana
dikutip Ahmad Rivauzi (2015:109-110), menjelaskan bahwa penyucian diri merupakan sebuah keniscayaan jika manusia ingin dekat
dengan Allah. Para ulama mendapatkan gambaran tentang pentingnya kesucian dalam
berhubungan dengan Allah melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi saw. Peristiwa
Isra’ dan Mi’raj yang dialami Nabi saw diawali dengan penyucian diri nabi dari
segala kotoran. Dijelaskan bahwa sebelum peristiwa Isra dan Mi’raj, Qalbu Nabi
Muhammad dibersihkan oleh Malaikat Jibril dengan air zamzam yang kemudian diisi
dengan iman dan hikmah. Peristiwa ini sesungguhnya memiliki dua makna. Pertama,
makna lahiriyah simbolik yang menunjukkan bahwa qalbu jasmani Nabi
dibersihkan oleh malaikat dengan air zamzam yang berarti bahwa dalam upaya
menemui Allah, jasmani manusia harus bersih dari segala macam bentuk kotoran. Kedua,
makna ruhani yang berarti dalam upaya menemui Allah, maka qalbu ruhani manusia
harus dibersihkan dulu dari segala macam noda dosa dan makshiat dan ruhani
harus disadarkan dengan keyakinan iman kepada Allah dan hikmah
Yunasril Ali (2009:35) menjelaskan bahwa jasmani manusia diciptakan dari saripati tanah, hidup
dari benda-benda yang berasal dari tanah, akan kembali ke tanah, dan
dibersihkan dari kotoran dengan benda-benda yang berasal dari tanah pula.
Ruhani manusia berasal dari Allah yang juga hidupnya membutuhkan segala sesuatu
yang berasal dari Allah dan hanya dapat disucikan dengan sesuatu yang secara
maknawi juga berasal dari Allah. Dengan demikian, ada dua bentuk penyucian (thaharah),
yaitu thaharah hissiyah (penyucian jasmani) dan thaharah ma’nawiyah
(penyucian ruhani dari noda dosa). Noda lahiriyah adalah najis dan hadas,
sedangkan noda batiniyah adalah dosa dan lalai kepada Allah. Semua noda-noda
tersebut menjadi hijab yang menutupi manusia dari Tuhanya. Manusia tidak akan
sampai kepada kedekatan dengan Allah kecuali setelah mensucikan dirinya dari
noda-noda itu. Lebih jauh, kesucian juga dituntut meliputi kesucian lingkungan,
pakaian, tempat, harta dan lain sebagainya dari kotoran dan najis dan noda
batini seperti pakaian dan tanah yang diperoleh dengan cara yang haram (Ahmad
Rivauzi, 2015:110)
Syari’at mengatur dua bentuk
penyucian, yaitu penyucian dari najis dan penyucian dari hadas. Najis adalah
segala kotoran seperti bangkai binatang darat yang berdarah, darah, nanah,
segala benda cair yang keluar dari qubul dan dubur kecuali mani,
khamar, anjing dan babi dan bagian tubuh binatang yang terpotong dari tubuhnya
ketika masih hidup. Sedangkan hadas adalah suatu keadaan atau peristiwa
tertentu yang terjadi pada seseoeang misalnya keadaan seseorang setelah
melakukan hubungan suani istri, keadaan seorang perempuan yang sedang haid atau
nifas yang merupakan contoh dari hadas besar atau keadaan seseorang seteleh
buang air kecil atau buang air besar keadaan seseorang yang hilang akal akibat
mabuk atau tidur dan lain sebagainya yang merupakan contoh dari hadas kecil (Ahmad
Rivauzi, 2015:110-111).
Secara filosofis, Ibn ‘Arabi (tt:378) dalam futuhat, sebagaimana dikutip Yunasril Ali (2009:43) menjelaskan alasan kenapa seseorang harus bersuci dari hadas. Menurut
Ibn ‘Arabi, hadas (hadats) merupakan
satu akar kata dengan hadits yang
berarti sesuatu yang baru, memiliki awal dan akhir, atau sesuatu yang disifati
dengan mewujud dan hilang. Hadits
adalah sifat makhluk dan qadim sebagai lawannya adalah sifat Allah.
Dengan demikian, bersuci atau menghilangkan hadas bermakna menghilangkan
sifat-sifat makhluk atau bekas-bekas af’al (perbuatan) makhluk yang yang
rendah dan memasuki sifat-sifat dan af’al Allah yang suci lagi qadim.
Ini berarti, dengan bersuci dari hadas, seseorang menyerahkan dirinya
secara ikhlas dan mutlak kepada kehendak
Allah dengan menanggalkan sifat dan af’al diri yang rendah dan kotor
serta bekas-bekasnya kemudian meleburkan diri dengan sifat-sifat Allah dan
af’al Allah yang suci sehingga muncullah kesan-kesan sifat dan af’al
Allah yang suci (Ahmad Rivauzi, 2015:111).
Berhadas besar maupun kecil
merupakan tabiat dan peristiwa alami yang melekat pada diri manusia. thaharah
lahir maupun batin disyariatkan agar manusia terus menerus kembali kepada asal kesuciannya
dan agar ia dapat mengikis sifat dan tabiat rendah dan buruknya. Ada tiga cara
penyucian dari hadas dan najis yang diajarkan Islam yaitu mandi, wudhu’ dan
tayamum (Ahmad Rivauzi, 2015:111)..
Melalui mandi, seseorang
membersihkan tubuh fisiknya dengan niat ibadah dan melumuri air ke seluruh
tubuh. Ritual mandi juga mengandung makna spiritual yaitu bahwa anggota tubuh
manusia sering terjebak melakukan perbuatan yang kadang bersifat maksiat yang
dapat menodai hatinya sehingga membuatnya menjadi gelap. Al-Ghazali mengatakan,
semakin banyak manusia melakukan dosa, semakin besar nota hitam menutupi hati
ruhaninya. Sehingga manakala hati ruhani telah menjadi gelap, maka cahaya Ilahi
sulit untuk diterimanya. Dosa yang dilakukan anggota tubuh akan menumpulkan
emosi dan menggelapkan pikiran. Mandi merupakan simbol penyucian anggota tubuh
dari perilaku dosa. Tubuh lahir berasal dari air dan disucikan dengan air,
sedangkan ruhani berasal dari Allah, maka harus disucikan dengan taubat
(kembali) kepada Allah Swt (Yunasril Ali, 2009: 47-49).
Allah berfirman
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا , وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Al-Syams 91:
9-10)
Pada tingkat tertinggi, mandi menyimbolkan
penyucian diri dengan air tauhid dari segala sesuatu selain Allah. Melalui
mandi, seseorang seharusnya memaknainya tidak sebatas menghilangkan kotoran dan
najis dari badannya, tetapi juga menghilangkan semua sifat tercela dan segala
sesuatu selain dari Allah dari hatinya (Yunasril Ali, 2009:51-52).
Berikutnya, cara kedua penyucian diri adalah dengan berwudhu’ yang
secara bahasa berasal dari kata wadha’ah yang berarti indah, bersih, dan
teratur. Menurut syara’, wudhu’ adalah bersuci dengan air bersih dengan
membasuh muka, kedua tangan, kepala, dan membasuh dua kaki disertai niat ibadah
kepada Allah. Dalam hal ini Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن
كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ
جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ
تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ
وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
(QS. Al-Maidah, 5: 6)
Sebagai
sebuah ritual ibadah, syariat menetapkan aturan dan tata cara khusus untuk
berwuduk. Seperti ibadah lainnya, wudhu’ dimulai dengan niat menghilangkan
hadas, kemudian membaca basmalah. Setelah itu secara berurutan membasuh tangan
sampai pergelangan tiga kali, berkumur, memasukkan air ke hidung dan
mengeluarkannya lagi, membasuh muka,
rnembasuh tangan hingga siku masin-masing tiga kali, mengusap kepala,
dan terakhir membasuh kaki tiga kali. Sangat
dianjurkan untuk menggosok gigi sebelum berwudhu’ (Ahmad Rivauzi, 2015:113).
Mandi disyariatkan sebagai cara
menghilangkan hadas besar, wudu’ untuk menghilankan hadas kecil dan tayamum adalah cara alternatif pengganti mandi dan wuduk.
Terdapat makna batin dalam ritual wudhu’. Memang benar bahwa muka, tangan,
kepala, dan kaki tidak berkaitan langsung dengan hadas kecil yang terjadi. Ketika
seseorang buang air atau buang hajat, misalnya' anggota badannya yang secara
langsung terlibat adalah kemaluannya dan kemaluan telah dibersihkan dengan air
atau suatu benda yang suci sehingga bersih dari najis. Namun meskipun telah
bersih dari najis, ia masih dipandang kotor karena ketika buang air dan buang
hajat bukan hanya bernajis, melainkan juga berhadas. Karena itu, yang dibutuhkan tidak hanya membersihkan
najis, tetapi juga wuduk untuk menghilangkan hadas. Membersihkan diri dari
najis disebut thaharah ‘ainiyah yakni penyucian diri dari kotoran
indriawi dengan menghilangkan zat ('ayn) najis. Sementara membersihkan diri dari hadas adalah thaharah
hukmiyyah, karena hadas dihukumi sebagai noda meskipun tidak terindra.
Syariat menetapkan cara khusus untuk membersihkan noda tak terindra dengan
mandi guna membersihkan hadas besar dan wuduk untuk membersihkan hadas kecil (Ahmad
Rivauzi, 2015:111).
Hilmi
al-Khuli (2007:51-52), menjelaskan bersuci baik melalui mandi dan berwudhuk
sangat berdampak baik untuk kesehatan manusia. Kulit terdiri dari beberapa
lapisan yang mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Di dalam kulit juga terdapat
kelenjar yang berguna untuk mengeluarkan minyak, garam, dan keringat serta di
dalam kulit juga terdapat kelenjar untuk pertumbuhan kuku dan rambut. Kulit
memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk menjaga dan memelihara tubuh dan anggota
tubuh, mengatur suhu tubuh melalui kelenjar keringat dan pembuluh darah bagian
luar, berkonsentrasi pada urat syaraf sehingga manusia dapat merasakan panas
dan dingin, mengeluarkan cairan dan sisa cairan lainnya dari kelenjar minyak,
dan membentuk vitamin D untuk mencegah terjadinya kelumpuhan. Kulit selalu
berhadapan dengan kondisi luar yang banyak terdapat kuman, debu, endapan sisa
kotoran yang menutupi dan menghalangi fungsi kulit. Dengan thaharah mandi dan
wudhu’ menjadikan seorang mukmin bersih dan terpelihara dari penyakit (Ahmad
Rivauzi, 2015:114-115).
. Sagiran
(2013: 42), menyatakan bahwa dengan membasuh anggota wuduk sesuai dengan sunnah
Rasul, maka sama artinya dengan membasuh sekujur tubuh. Hal ini dikaitkannya
dengan jumlah tulang penyusun bagian-bagian tubuh yang dibasuh waktu wudhuk.
Pada lengan dan tangan terdapat 30 buah ruas tulang, tungkai dan kaki terdapat
31 buah, wajah 12 buah, rongga mulut dan hidung 41 buah. Total jumlahnya
menjadi 114 ruas tulang yang kemudian dikalikan dengan 3 sehingga menjadi 342 karena
semua anggota wudhuk tersebut dibasuh 3 kali sesuai dengan sunnah Rasulullah. Jumlah angka 342 ditambahkan lagi dengan 12
yang merupakan jumlah ruas tulang kepala dan telinga sehingga total semuanya
berjumlah 354 yang hampir sama dengan jumlah hari dalam satu tahun (Ahmad
Rivauzi, 2015: 115).
Yunasril
Ali (2009: 54-55) menjelaskan sebagaimana dikutip Ahmad Rivauzi (2015:115-116),
anggota badan yang dibasuh dalam wuduk adalah anggota yang paling aktif dalam
kaitannya dengan kalbu. Perumpamaannya, jika kalbu adalah pucuk pimpinan, maka
tangan dan anggota wuduk lainnya adalah yang paling aktif membantunya. Keempat
anggota itulah yang paling banyak berhubungan dengan dunia eksternal. Pada
wajah terdapat mata, hidung, dan mulut; sepanjang hari ketiganya aktif berinteraksi
dengan dunia eksternal. Begitu pun tangan, kepala, dan kaki. Jika terjadi
sesuatu peristiwa (hadas) alami pada manusia maka yang paling bertanggung jawab
adalah hati sebagai pemimpin. Kendati demikian, aparat-aparat hati tidak terlepas
dari tanggung jawab. Membasuh muka, tangan dan kaki, serta mengusap kepala
adalah upaya untuk menyegarkan dan menyucikan mereka. Mungkin karena itu
pulalah Nabi menganjurkan berwuduk setiap kali terjadi peristiwa seperti ketika
marah dan setelah melakukan kesalahan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah
seorang di antara kamu marah, berwuduklah,”' (HR Ahmad).
Al-Ghazali
(1939:140)
dalam Ihya’ mengemukakan riwayat lain,
Rasul menyebut wuduk sebagai cahaya. Lawan cahaya adalah kegelapan. Jadi, bisa
dikatakan, hadas adalah kegelapan yang hanya sirna saat cahaya datang. Orang
yang berhadas berada dalam kegelapan (bekas pengaruh alam jasmani), sedangkan orang
yang berwuduk berada dalam liputan cahaya. Kegelapan dan cahaya yang
dimaksudkan di sini bersifat ruhani. Orang yang menempuh perjalanan ruhani
mustahil meucapai tujuannya jika selalu berada dalam kegelapan. Karena itulah
menyucikan diri dari hadas dengan berwuduk berarti menghilangkan kegelapan
ruhani agar kita berhasil menempuh perjalanan panjang menuju Allah Yang Maha Mutlak
(Yunasril Ali,
2009: 56).
Yunasril
Ali (2009: 57) menjelaskan bahwa Nabi saw. menuturkan dalam sebuah hadis bahwa berwudhu’
akan mernberikan makna kesucian bagi setiap anggota tubuh yang dibasuh:
Apabila seorang hamba Allah berwuduk, lalu ia
berkumur-kumur, keluarlah segala dosa dari mulutnya. Apabila ia mencuci hidung,
keluar pula dosa-dosa melalui hidungnya. Apabila ia mencuci muka, keluarlah
dosa-dosa dari wajahnya, melalui pelupuk matanya. Apabila ia membasuh tangan,
keluarlah dosa-dosa dari tangannya melalui bawah kukunya. Apabila ia mengusap
kepala, keluarlah disa dari kepalanya melalui lubang telinganya. Dan apabila ia
membasuh kaki, keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya melalui bawah kuku
kakinya.Kemudian, jalannya ke Masjid dan shalatnya menjadi amal sunnah baginya.
( HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).
Ali
Ahmad al-Jarjawi (1926: 81), menjelaskan bahwa ritual penyucian badan di samping mengandung
kebersihan lahiriah, juga mengandung makna batin. Sebelum berwuduk, disunnahkan
lebih dahulu membersihkan tangan hingga pergelangan karena kedua tangan itulah
yang akan dipergunakan untuk membersihkan anggota-anggota tubuh lainnya. Tangan
harus bersih lebih dahulu agar anggota-anggota yang lain dapat dibersihkan dengan
alat yang bersih pula. Berwuduk tanpa membersihkan tangan terlebih dahulu tak
ubahnya membersihkan sesuatu dengan alat yang kotor. Makna batin membersihkan
tangan adalah membersihkannya dari dosa-dosa, karena tangan kita aktif
melakukan berbagai pekerjaan harian. Sangat mungkin dan begitu banyak kesempatan
yang memungkinkan tangan melakukan perbuatan yang dilarang agama seperti
mencuri, menganiaya, memegang sesuatu yang terlarang, dan lain-lain. Karena itu,
ketika membasuh tangan niatkanlah untuk membersihkannya dari dosa-dosa yang
diperbuatnya. Setelah membasuh tangan, dianjurkan berkumur (madhmadhah).
Hikmah lahiriah berkumur adalah menghilangkan bau busuk dan bekas-bekas makanan
dalam mulut, sedangkan makna ruhaninya adalah membersihkan mulut dari kotoran
ruhani, seperti fitnah, gunjing, dusta, menyakiti orang lain dengan ucapan yang
tidak pantas, menuduh kafir, dan lain-lain (Yunasril Ali, 2009: 58).
Sebagaimana
halnya tangan, mulut (lidah) pun aktif dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas mulut
tidak dapat dihentikan selama manusia masih hidup, karena selalu dipergunakan
untuk berbicara, mulut juga merupakan sarana penting dalam proses pencernaan
makanan. Dan bagaikan tangan, mulut pun punya banyak peluang untuk melakukan
dosa. Memang lidah membawa banyak mamfaat dalam kehidupan sosial, karena
ucapan-ucapan yang baik dan berguna akan memberi manfaat bagi masyarakat. Namun
sangat mungkin selalu ucapan yang kita anggap benar ternyata ditanggapi berbeda
oleh orang lain dan menyakiti perasaannya. Untuk menyucikan dosa akibat ucapan yang
salah, kita dititahkan untuk berkumur di awal ibadah wuduk (Ahmad Rivauzi, 2015: 117-118).
Al-Khuli
(2007: 53-74) menambahkan bahwa Rasulullah juga menyuruh umat Islam untuk
bersiwak setiap mau shalat. Bersiwak adalah membersihkan gigi dengan
menggunakan kayu Araak yang banyak tumbuh di daerah Jazirah Arab, Syam, dan
bagian selatan Mesir. Dari hasil
penelitian ilmuan dan para dokter dunia diungkapkan bahwa kayu siwak memiliki
mamfaat yang sangat besar untuk kesehatan gigi dibandingkan dengan sikat gigi
biasa yang menggunakan pasta gigi. Kayu siwak mengandung zat-zat kimiawi yang
dapat membunuh kuman dan terdapat pula zat-zat yang menjadikan nafas seseorang
menjadi harum dan segar (Ahmad Rivauzi, 2015: 118).
Yunasril
Ali (2009: 59) dikutip Ahmad Rivauzi (2015:118) menerangkan, langkah berikutnya
setelah berkumur atau bersiwak adalah istinsyaq membersihkan hidung dengan
memasukkan air ke lubang hidung. Hidung adalah tempat berlabuhnya debu dan kotoran.
Istinsyak dititahkan untuk menghilangkan kotoran dan debu yang memasuki hidung.
Di luar hikmah lahiriyah, istinsyak
memiliki makna batin yang lebih luas. Dalam
tradisi Arab, hidung merupakan lambang kesombongan
dan kebesaran. Membersihkan hidung mengandung makna menyucikan sifat sombong,
angkuh, dan sebagainrya. Sifat sifat itu hanya akan menjauhkan seseorang dari Tuhan
dan sesama manusia. Bersikap sombong berarti menandingi Allah dalam kebesaran.
Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman: "sombong itu selendang-Ku dan
kebesaran itu sarung-Ku. Barang siapa yang rnenandingi-Ku dalam dua hal itu,
Aku akan membinasakannya," (HR. al-Hakim)
Hilmi
al-Khuli (2007: 74-77) dikutip Ahmad Rivauzi (2015:119) mengungkapkan, ditinjau
dari segi medis, memasukkan air ke hidung tiga kali dalam setiap berwudhuk
sangat bermamfaat untuk kesehatan. Dengan memasukkan air ke hidung, maka
kuman-kuman akan keluar dan pernafasan seseorang akan sehat. Pernafasan yang
sehat adalah pernafasan melalui hidung dengan penahan tulang lunak yang
terbungkus oleh selaput lendir untuk mengatur udara masuk ke paru-paru. Selaput
berfungsi sebagai pemanas bila udara dingin, dan sebagai pendingin bila udara
panas. Sehingga membasuh hidung sangat baik terutama di saat seseorang sedang
sakit. Sebuah penelitian Muhammad Salim di bidang kedokteran pada Universitas
Iskandariyah menunjukkan bahwa orang yang berwudhuk yang memasukkan air ke
dalam hidung satu kali membuang 1/3 kuman yang terdapat pada hidung. Sehingga
dengan memasukkan air tiga kali menjadi hidung seseorang menjadi bersih dari
kuman. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase terkena penyakit bagi
orang-orang tidak shalat dan tidak berwudhuk, lebih besar dari pada orang yang
shalat dan berwudhuk. Memasukkan air ke hidung dapat membuang 11 bakteri
berbahaya yang terdapat pada rongga hidung yang menyebabkan penyakit saluran
pernafasan, radang paru-paru, panas rheumatism , penyakit rongga hidung,
dan lain-lain
Hal
yang sama juga diungkap Sagiran (2013:
46) salah seorang dokter ahli bedah juga mengungkapkan hasil penelitiannya
tentang mamfaat berkumur dan memasukkan air ke hidung pada saat berwudhuk.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang orang yang berwuduk jauh lebih terjaga dari
kuman sehingga dapat terpelihara dari infeksi kuman (Ahmad Rivauzi, 2015:119).
Kemudian
membasuh muka untuk membersihkan dan menyegarkan wajah, yang senantiasa terbuka
setiap saat dan sering berhadapan dengan debu dan kotoran. Selain itu,
pori-pori wajah pun mengalirkan keringat yang membuatnya kusan dan kotor. Wajah
juga dikatakan seagai jendela jiwa karena kondisi kejiwaan seseorang akan
tampak di wahanya. Dengan membasuh wajah, maka wajah seseorang akan bersih dari
kotoran. Makna batin dari membasuh muka adalah membersihkan wajah batin dari
kotoran dosa dan kesalahan sehingga jiwa orang yang memohon keampunan Allah
akan jernih bercahaya yang akan memancar pada wajahnya. Karena muram Wajah
kebanyakan disebabkan oleh dosa (Yunasril Ali, 2009:62). Hilmi al-Khuli (2007: 78), menyebutkan bahwa pada saat membasuh wajah
ketika berwudhuk, maka wajah seseorang akan bersih dari kuman-kuman yang di
antaranya kuman penyebab sakit mata seperti Trachoma dan lain sebagainya
(Ahmad Rivauzi, 2015:120).
Shadr
al-Din al-Qunawi (1998:61) menjelaskan, setelah membasuh wajah, diwajibkan
membasuh tangan hingga siku. Setiap hari tangan terus-terusan aktif menjalankan
tugas. Secara lahiriah, membasuh tangan dapat membersihkannya dari kotoran,
kuman penyakit, dan zat-zat lainnya yang membahayakan tubuh. Sedangkan dari
sisi ruhani, membasuh tangan mengandung
makna penyucian diri dengan air suci dari segala kotoran batin. Membasuh tangan
dalam wuduk diharapkan bisa membasuh dan menghilangkan dosa-dosa yang
diakibatkan tangan sehingga Allah mengampuni dan melimpahkan sifat sifat baik
seperti pemurah, dermawan, pemberi, rela
berkorban, dan lain-lain. Membasuh tangan dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri. Kanan adalah lambang
kebenaran, kebaikan, kemuIiaan, kedamaian, kebahagiaan, dan lain-lain.
Sedangkan kiri adalah lambang kesesatan, kebatilan, keburukan, kerendahan, kehinaan,
kemalangan, dan sebagainya. Mendahulukan bagian kanan Berarti mendahulukan sesuatu yang utama atas yang
hina. Manusia terdiri atas dua unsur,
ruhani dan jasmani yang masing-masing memiliki
sifat-sifatnya tersendiri. Ruhani bersumber dari tiupan Ruh Ilahi, sedangkan jasmani. Berasal
dari tanah. Kualitas ruhani selalu ingin
membawa manusia naik dari permukaan bumi
menuju langit untuk mendekati Ilahi. Sedangkan kualitas jasmani akan membawa
manusia agar selalu menyatu dengan tanah. Kanan adalah simbol kualitas ruhani dan kiri adalah simbol
kualitas jasmani. Dengan mendahulukan yang kanan bermakna mendahulukan
kebaikan, kebenaran, dan kemuliaan sebagai kehendak ruhani dari pada kehendak
jasmani (Yunasril Ali, 2009:63).
Banyak ayat Al-Quran yang menyebutkan
bagian kanan sebagai lambang kebaikan atau kemuliaan dan bagian kiri sebagai
lambang kehinaan atau keburukan.
فَأَصْحَابُ
الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ
Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan
kanan itu. (QS. al-Waqi'ah [56]: 8.)
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ
جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada
hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan
Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. ( QS. al-Zumar [39] : 67).
Yunasril
Ali (2009:64) memaparkan, rangkaian selanjutnya dari prosesi wuduk adalah
mengusap kepala. Secara lahiriyah, mengusap kepala berfungsi untuk menyegarkan
bagian kepala yang di sana terdapat otak yang selalu bekerja bahkan sampai
dalam keadaan tidur. Sedangkan makna batin dari mengusap kepala adalah
menyucikan pikiran dari hal-hal yang tidak baik yang membawa manusia kepada zhulumat
(kegelapan). Dengan mengusap kepala, seseorang akan merasakan kesegaran
baik aspek otak pisik, maupun ruhani seseorang (Ahmad Rivauzi, 2015:121).
Selanjutnya
mengusap kedua telinga. Mengusap kedua telinga, secara lahiriyah berfungsi
membersihkan telinga dari kotoran. Sedangkan makna batinnya adalah membersihkan
pendengaran dari hal-hal yang tidak baik yang boleh jadi membekas kepada ruhani
(Yunasril Ali,
2009:65).
Hilmi
al-Khuli (2007: 78-79) menjelaskan, bahwa membasuh atau menyapu telinga dengan
air berguna untuk menghilangkan debu dan kotoran dari udara yang menumpuk dan
menempel pada zat lilin yang dikeluarkan oleh telinga. Penumpukan tersebut
dapat menyebabkan lemahnya pendengaran atau bahkan peradangan kuping bila kuman
tersebut menyebar ke bagian dalam kuping dan berdampak pada gangguan
keseimbangan tubuh. Karena bagian dalam telinga adalah pusat keseimbangan bagi
tubuh. Menurut medis, terdapat sejenis jamur yang bisa mengenai kulit di
belakang telinga (khususnya telinga wanita) yang menimbulkan bau tidak enak.
Menjangkitnya jamur ini bersifat umum dan menyeluruh sampai-sampai banyak
wanita melakukan gerakan tidak sadar saat memakai mewangian di belakang kuping.
Para ilmuan kedokteran mendapati bahwa wanita-wanita muslimah yang berwuduk
terpelihara dari terjangkitnya penyakit akibat jamur ini. Hal ini dikarenakan
mereka membasuh telinga saat mereka berwuduk (Ahmad Rivauzi, 2015:122).
Langkah terakhir dari wuduk adalah
membasuh kaki. Secara lahiriyah, membasuh kaki bermamfaat untuk membersihkan
kaki dari kotoran. Sedangkan makna batinnya adalah menyucikan diri dari
dosa-dosa akibat perjalanan menuju sesuatu yang dibenci Allah Swt (Yunasril Ali,
2009:66).
الْيَوْمَ
نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka
terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yasin [36]: 65)
Hilmi
al-Khuli (2007: 79) juga menjelaskan hikmah membasuh kesehatan untuk kesehatan.
Di antara anjuran Rasul pada saat membasuh kaki adalah membersihkan sela-sela
jari kaki. Membiarkan kaki tiidak bersih menyebabkan munculnya jamur pada
jari-jari kaki yang berdampak kepada berbagai penyakit.
Setelah
berwuduk disunnahkan membaca:
أشهد أن لا اله الا الله وأشهد أن محمدا رسول الله أللهم
اجعلني من التوا بين واجعلني من المتطهرين
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah jadikanlah
aku orang yang kembali (bertaubat) dan orang yang suci (HR. Ahmad, Muslim, dan
al-Tarmizi)
Kalimat
syahadat tersebut bermakna penafian segala sesuatu selain Allah dan mengakui
kerasulan Muhammad serta menjadikannya sebagai tauladan dan ikutan. Dengan
membaca syahadat tersebut orang yang berwuduk berupaya menuju satu tujuan yaitu
Allah seraya berharap agar Allah membantunya untuk kembali kepada kesucian
sehingga dapat bermuraqabah dengan Allah serta memperoleh rahmat dan
keampunan-Nya (Ahmad Rivauzi, 2015:123).
Menurut
Hilmi al-Khuli (2007: 80-84), secara umum, jika ditinjau dari segi medis
kedokteran, sebagaimana dikatakan Abdul Aziz Ismail, membasuh anggota-anggota
tubuh yang kelihatan sebagai anggota wudhuk lima kali dalam satu hari,
merupakan bentuk pencegahan terbaik terhadap penyakit kulit dan peradangan.
Muwaffiq asy-Syathi juga menambahkan bahwa dengan berwudhuk, menggunakan air
dingin sangat bermamfaat untuk menghilangkan keringat luar agar kembali normal.
Wudhuk juga bermamfaat untuk meningkatkan tekanan darah, menambah gerakan
jantung, menambah jumlah sel-sel darah merah, mengaktifkan pertukaran
(sirkulasi) dalam tubuh, memperkuat gerakan pernafasan, menambah kadar oksigen,
serta memperbanyak kadar CO2 (carbondioksida) keluar dari tubuh, memperlancar
kencing, mengeluarkan racun-racun, menambah nafsu makan, mengaktifkan
pencernaan, merangsang otot kulit dan otot sendi yang berpindah menuju seluruh
otot urat leher, paru-paru, perut, kemudian diteruskan kepada seluruh anggota
tubuh dan kelenjar-kelenjar. Al-Khuli menambahkan, mamfaat sangat penting
berkaitan dengan wudhuk adalah memenimalkan kemungkinan terjadinya kanker
kulit. Karena berdasarkan riset tentang penyebab penyakit kanker adalah
kontaminasi bahan-bahan kimia dengan kulit. Wudhuk juga berperan membasahi
permukaan kulit yang tersengat cahaya matahari sehingga memberikan perlindungan
pada sel-sel dalam kulit dari pengaruh sengatan cahaya matahari. Berdasarkan
statistik, kanker kulit merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi di
Eropa, Amerika, dan Australia. Tetapi di negara-negara muslim sedikit sekali
terjadi kasus terkena kanker jenis ini, pada hal di negara-negara muslim lebih
sering terdapat cayaha matahari (Ahmad Rivauzi, 2015:123-124).
Sumber:
Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman:
Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang
Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015), Cet.
I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar