Jumat, 13 Juli 2018

MAKNA BATIN YANG TERKANDUNG DALAM THAHARAH


MAKNA BATIN YANG TERKANDUNG DALAM THAHARAH
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA

Allah adalah zat yang Maha Suci yang menyukai hal-hal yang suci. Allah berfirman:
... إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah, 2: 222)
Yunasril Ali (2009:33-34) sebagaimana dikutip Ahmad Rivauzi (2015:109-110), menjelaskan bahwa penyucian diri merupakan sebuah keniscayaan jika manusia ingin dekat dengan Allah. Para ulama mendapatkan gambaran tentang pentingnya kesucian dalam berhubungan dengan Allah melalui peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi saw. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dialami Nabi saw diawali dengan penyucian diri nabi dari segala kotoran. Dijelaskan bahwa sebelum peristiwa Isra dan Mi’raj, Qalbu Nabi Muhammad dibersihkan oleh Malaikat Jibril dengan air zamzam yang kemudian diisi dengan iman dan hikmah. Peristiwa ini sesungguhnya memiliki dua makna. Pertama, makna lahiriyah simbolik yang menunjukkan bahwa qalbu jasmani Nabi dibersihkan oleh malaikat dengan air zamzam yang berarti bahwa dalam upaya menemui Allah, jasmani manusia harus bersih dari segala macam bentuk kotoran. Kedua, makna ruhani yang berarti dalam upaya menemui Allah, maka qalbu ruhani manusia harus dibersihkan dulu dari segala macam noda dosa dan makshiat dan ruhani harus disadarkan dengan keyakinan iman kepada Allah dan hikmah
Yunasril Ali (2009:35) menjelaskan bahwa jasmani manusia diciptakan dari saripati tanah, hidup dari benda-benda yang berasal dari tanah, akan kembali ke tanah, dan dibersihkan dari kotoran dengan benda-benda yang berasal dari tanah pula. Ruhani manusia berasal dari Allah yang juga hidupnya membutuhkan segala sesuatu yang berasal dari Allah dan hanya dapat disucikan dengan sesuatu yang secara maknawi juga berasal dari Allah. Dengan demikian, ada dua bentuk penyucian (thaharah), yaitu thaharah hissiyah (penyucian jasmani) dan thaharah ma’nawiyah (penyucian ruhani dari noda dosa). Noda lahiriyah adalah najis dan hadas, sedangkan noda batiniyah adalah dosa dan lalai kepada Allah. Semua noda-noda tersebut menjadi hijab yang menutupi manusia dari Tuhanya. Manusia tidak akan sampai kepada kedekatan dengan Allah kecuali setelah mensucikan dirinya dari noda-noda itu. Lebih jauh, kesucian juga dituntut meliputi kesucian lingkungan, pakaian, tempat, harta dan lain sebagainya dari kotoran dan najis dan noda batini seperti pakaian dan tanah yang diperoleh dengan cara yang haram (Ahmad Rivauzi, 2015:110)
Syari’at mengatur dua bentuk penyucian, yaitu penyucian dari najis dan penyucian dari hadas. Najis adalah segala kotoran seperti bangkai binatang darat yang berdarah, darah, nanah, segala benda cair yang keluar dari qubul dan dubur kecuali mani, khamar, anjing dan babi dan bagian tubuh binatang yang terpotong dari tubuhnya ketika masih hidup. Sedangkan hadas adalah suatu keadaan atau peristiwa tertentu yang terjadi pada seseoeang misalnya keadaan seseorang setelah melakukan hubungan suani istri, keadaan seorang perempuan yang sedang haid atau nifas yang merupakan contoh dari hadas besar atau keadaan seseorang seteleh buang air kecil atau buang air besar keadaan seseorang yang hilang akal akibat mabuk atau tidur dan lain sebagainya yang merupakan contoh dari hadas kecil (Ahmad Rivauzi, 2015:110-111).
Secara filosofis, Ibn ‘Arabi (tt:378) dalam futuhat, sebagaimana dikutip Yunasril Ali (2009:43) menjelaskan alasan kenapa seseorang harus bersuci dari hadas. Menurut Ibn ‘Arabi, hadas (hadats)  merupakan satu akar kata  dengan hadits yang berarti sesuatu yang baru, memiliki awal dan akhir, atau sesuatu yang disifati dengan  mewujud dan hilang. Hadits adalah sifat makhluk dan qadim sebagai lawannya adalah sifat Allah. Dengan demikian, bersuci atau menghilangkan hadas bermakna menghilangkan sifat-sifat makhluk atau bekas-bekas af’al (perbuatan) makhluk yang yang rendah dan memasuki sifat-sifat dan af’al Allah yang suci lagi qadim. Ini berarti, dengan bersuci dari hadas, seseorang menyerahkan dirinya secara ikhlas dan  mutlak kepada kehendak Allah dengan menanggalkan sifat dan af’al diri yang rendah dan kotor serta bekas-bekasnya kemudian meleburkan diri dengan sifat-sifat Allah dan af’al Allah yang suci sehingga muncullah kesan-kesan sifat dan af’al Allah yang suci (Ahmad Rivauzi, 2015:111).
Berhadas besar maupun kecil merupakan tabiat dan peristiwa alami yang melekat pada diri manusia. thaharah lahir maupun batin disyariatkan agar manusia terus menerus kembali kepada asal kesuciannya dan agar ia dapat mengikis sifat dan tabiat rendah dan buruknya. Ada tiga cara penyucian dari hadas dan najis yang diajarkan Islam yaitu mandi, wudhu’ dan tayamum (Ahmad Rivauzi, 2015:111)..
Melalui mandi, seseorang membersihkan tubuh fisiknya dengan niat ibadah dan melumuri air ke seluruh tubuh. Ritual mandi juga mengandung makna spiritual yaitu bahwa anggota tubuh manusia sering terjebak melakukan perbuatan yang kadang bersifat maksiat yang dapat menodai hatinya sehingga membuatnya menjadi gelap. Al-Ghazali mengatakan, semakin banyak manusia melakukan dosa, semakin besar nota hitam menutupi hati ruhaninya. Sehingga manakala hati ruhani telah menjadi gelap, maka cahaya Ilahi sulit untuk diterimanya. Dosa yang dilakukan anggota tubuh akan menumpulkan emosi dan menggelapkan pikiran. Mandi merupakan simbol penyucian anggota tubuh dari perilaku dosa. Tubuh lahir berasal dari air dan disucikan dengan air, sedangkan ruhani berasal dari Allah, maka harus disucikan dengan taubat (kembali) kepada Allah Swt (Yunasril Ali, 2009: 47-49).
Allah berfirman
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا  , وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Al-Syams 91: 9-10)
Pada tingkat tertinggi, mandi menyimbolkan penyucian diri dengan air tauhid dari segala sesuatu selain Allah. Melalui mandi, seseorang seharusnya memaknainya tidak sebatas menghilangkan kotoran dan najis dari badannya, tetapi juga menghilangkan semua sifat tercela dan segala sesuatu selain dari Allah dari hatinya (Yunasril Ali, 2009:51-52).
Berikutnya, cara kedua penyucian diri adalah dengan berwudhu’ yang secara bahasa berasal dari kata wadha’ah yang berarti indah, bersih, dan teratur. Menurut syara’, wudhu’ adalah bersuci dengan air bersih dengan membasuh muka, kedua tangan, kepala, dan membasuh dua kaki disertai niat ibadah kepada Allah. Dalam hal ini Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَـكِن يُرِيدُ لِيُطَهَّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah, 5: 6)
                                                                                                                                           Sebagai sebuah ritual ibadah, syariat menetapkan aturan dan tata cara khusus untuk berwuduk. Seperti ibadah lainnya, wudhu’ dimulai dengan niat menghilangkan hadas, kemudian membaca basmalah. Setelah itu secara berurutan membasuh tangan sampai pergelangan tiga kali, berkumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya lagi, membasuh muka,  rnembasuh tangan hingga siku masin-masing tiga kali, mengusap kepala, dan terakhir membasuh kaki tiga kali.  Sangat dianjurkan untuk menggosok gigi sebelum berwudhu’ (Ahmad Rivauzi, 2015:113).
Mandi disyariatkan sebagai cara menghilangkan hadas besar, wudu’ untuk menghilankan hadas kecil dan tayamum  adalah cara alternatif pengganti mandi dan wuduk. Terdapat makna batin dalam ritual wudhu’. Memang benar bahwa muka, tangan, kepala, dan kaki tidak berkaitan langsung dengan hadas kecil yang terjadi. Ketika seseorang buang air atau buang hajat, misalnya' anggota badannya yang secara langsung terlibat adalah kemaluannya dan kemaluan telah dibersihkan dengan air atau suatu benda yang suci sehingga bersih dari najis. Namun meskipun telah bersih dari najis, ia masih dipandang kotor karena ketika buang air dan buang hajat bukan hanya bernajis, melainkan juga berhadas.  Karena itu, yang dibutuhkan tidak hanya membersihkan najis, tetapi juga wuduk untuk menghilangkan hadas. Membersihkan diri dari najis disebut thaharah ‘ainiyah yakni penyucian diri dari kotoran indriawi dengan menghilangkan zat ('ayn) najis.  Sementara membersihkan diri dari hadas adalah thaharah hukmiyyah, karena hadas dihukumi sebagai noda meskipun tidak terindra. Syariat menetapkan cara khusus untuk membersihkan noda tak terindra dengan mandi guna membersihkan hadas besar dan wuduk untuk membersihkan hadas kecil (Ahmad Rivauzi, 2015:111).
                                                                                                                                           Hilmi al-Khuli (2007:51-52), menjelaskan bersuci baik melalui mandi dan berwudhuk sangat berdampak baik untuk kesehatan manusia. Kulit terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai tugas dan fungsi tertentu. Di dalam kulit juga terdapat kelenjar yang berguna untuk mengeluarkan minyak, garam, dan keringat serta di dalam kulit juga terdapat kelenjar untuk pertumbuhan kuku dan rambut. Kulit memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk menjaga dan memelihara tubuh dan anggota tubuh, mengatur suhu tubuh melalui kelenjar keringat dan pembuluh darah bagian luar, berkonsentrasi pada urat syaraf sehingga manusia dapat merasakan panas dan dingin, mengeluarkan cairan dan sisa cairan lainnya dari kelenjar minyak, dan membentuk vitamin D untuk mencegah terjadinya kelumpuhan. Kulit selalu berhadapan dengan kondisi luar yang banyak terdapat kuman, debu, endapan sisa kotoran yang menutupi dan menghalangi fungsi kulit. Dengan thaharah mandi dan wudhu’ menjadikan seorang mukmin bersih dan terpelihara dari penyakit (Ahmad Rivauzi, 2015:114-115).
.           Sagiran (2013: 42), menyatakan bahwa dengan membasuh anggota wuduk sesuai dengan sunnah Rasul, maka sama artinya dengan membasuh sekujur tubuh. Hal ini dikaitkannya dengan jumlah tulang penyusun bagian-bagian tubuh yang dibasuh waktu wudhuk. Pada lengan dan tangan terdapat 30 buah ruas tulang, tungkai dan kaki terdapat 31 buah, wajah 12 buah, rongga mulut dan hidung 41 buah. Total jumlahnya menjadi 114 ruas tulang yang kemudian dikalikan dengan 3 sehingga menjadi 342 karena semua anggota wudhuk tersebut dibasuh 3 kali sesuai dengan sunnah Rasulullah.  Jumlah angka 342 ditambahkan lagi dengan 12 yang merupakan jumlah ruas tulang kepala dan telinga sehingga total semuanya berjumlah 354 yang hampir sama dengan jumlah hari dalam satu tahun (Ahmad Rivauzi, 2015: 115).
            Yunasril Ali (2009: 54-55) menjelaskan sebagaimana dikutip Ahmad Rivauzi (2015:115-116), anggota badan yang dibasuh dalam wuduk adalah anggota yang paling aktif dalam kaitannya dengan kalbu. Perumpamaannya, jika kalbu adalah pucuk pimpinan, maka tangan dan anggota wuduk lainnya adalah yang paling aktif membantunya. Keempat anggota itulah yang paling banyak berhubungan dengan dunia eksternal. Pada wajah terdapat  mata, hidung, dan mulut;  sepanjang hari ketiganya aktif berinteraksi dengan dunia eksternal. Begitu pun tangan, kepala, dan kaki. Jika terjadi sesuatu peristiwa (hadas) alami pada manusia maka yang paling bertanggung jawab adalah hati sebagai pemimpin. Kendati demikian, aparat-aparat hati tidak terlepas dari tanggung jawab. Membasuh muka, tangan dan kaki, serta mengusap kepala adalah upaya untuk menyegarkan dan menyucikan mereka. Mungkin karena itu pulalah Nabi menganjurkan berwuduk setiap kali terjadi peristiwa seperti ketika marah dan setelah melakukan kesalahan. Nabi saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu marah, berwuduklah,”' (HR Ahmad).
            Al-Ghazali (1939:140) dalam Ihya’ mengemukakan riwayat lain, Rasul menyebut wuduk sebagai cahaya. Lawan cahaya adalah kegelapan. Jadi, bisa dikatakan, hadas adalah kegelapan yang hanya sirna saat cahaya datang. Orang yang berhadas berada dalam kegelapan (bekas pengaruh alam jasmani), sedangkan orang yang berwuduk berada dalam liputan cahaya. Kegelapan dan cahaya yang dimaksudkan di sini bersifat ruhani. Orang yang menempuh perjalanan ruhani mustahil meucapai tujuannya jika selalu berada dalam kegelapan. Karena itulah menyucikan diri dari hadas dengan berwuduk berarti menghilangkan kegelapan ruhani agar kita berhasil menempuh perjalanan panjang menuju Allah Yang Maha Mutlak (Yunasril Ali, 2009: 56).
            Yunasril Ali (2009: 57) menjelaskan bahwa Nabi saw. menuturkan dalam sebuah hadis bahwa berwudhu’ akan mernberikan makna kesucian bagi setiap anggota tubuh yang dibasuh:
Apabila seorang hamba Allah berwuduk, lalu ia berkumur-kumur, keluarlah segala dosa dari mulutnya. Apabila ia mencuci hidung, keluar pula dosa-dosa melalui hidungnya. Apabila ia mencuci muka, keluarlah dosa-dosa dari wajahnya, melalui pelupuk matanya. Apabila ia membasuh tangan, keluarlah dosa-dosa dari tangannya melalui bawah kukunya. Apabila ia mengusap kepala, keluarlah disa dari kepalanya melalui lubang telinganya. Dan apabila ia membasuh kaki, keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya melalui bawah kuku kakinya.Kemudian, jalannya ke Masjid dan shalatnya menjadi amal sunnah baginya. ( HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).       
            Ali Ahmad al-Jarjawi (1926: 81), menjelaskan bahwa  ritual penyucian badan di samping mengandung kebersihan lahiriah, juga mengandung makna batin. Sebelum berwuduk, disunnahkan lebih dahulu membersihkan tangan hingga pergelangan karena kedua tangan itulah yang akan dipergunakan untuk membersihkan anggota-anggota tubuh lainnya. Tangan harus bersih lebih dahulu agar anggota-anggota yang lain dapat dibersihkan dengan alat yang bersih pula. Berwuduk tanpa membersihkan tangan terlebih dahulu tak ubahnya membersihkan sesuatu dengan alat yang kotor. Makna batin membersihkan tangan adalah membersihkannya dari dosa-dosa, karena tangan kita aktif melakukan berbagai pekerjaan harian. Sangat mungkin dan begitu banyak kesempatan yang memungkinkan tangan melakukan perbuatan yang dilarang agama seperti mencuri, menganiaya, memegang sesuatu yang terlarang, dan lain-lain. Karena itu, ketika membasuh tangan niatkanlah untuk membersihkannya dari dosa-dosa yang diperbuatnya. Setelah membasuh tangan, dianjurkan berkumur (madhmadhah). Hikmah lahiriah berkumur adalah menghilangkan bau busuk dan bekas-bekas makanan dalam mulut, sedangkan makna ruhaninya adalah membersihkan mulut dari kotoran ruhani, seperti fitnah, gunjing, dusta, menyakiti orang lain dengan ucapan yang tidak pantas, menuduh kafir, dan lain-lain (Yunasril Ali, 2009: 58).
            Sebagaimana halnya tangan, mulut (lidah) pun aktif  dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas mulut tidak dapat dihentikan selama manusia masih hidup, karena selalu dipergunakan untuk berbicara, mulut juga merupakan sarana penting dalam proses pencernaan makanan. Dan bagaikan tangan, mulut pun punya banyak peluang untuk melakukan dosa. Memang lidah membawa banyak mamfaat dalam kehidupan sosial, karena ucapan-ucapan yang baik dan berguna akan memberi manfaat bagi masyarakat. Namun sangat mungkin selalu ucapan yang kita anggap benar ternyata ditanggapi berbeda oleh orang lain dan menyakiti perasaannya. Untuk menyucikan dosa akibat ucapan yang salah, kita dititahkan untuk berkumur di awal  ibadah wuduk (Ahmad Rivauzi, 2015: 117-118).
            Al-Khuli (2007: 53-74) menambahkan bahwa Rasulullah juga menyuruh umat Islam untuk bersiwak setiap mau shalat. Bersiwak adalah membersihkan gigi dengan menggunakan kayu Araak yang banyak tumbuh di daerah Jazirah Arab, Syam, dan bagian selatan Mesir.  Dari hasil penelitian ilmuan dan para dokter dunia diungkapkan bahwa kayu siwak memiliki mamfaat yang sangat besar untuk kesehatan gigi dibandingkan dengan sikat gigi biasa yang menggunakan pasta gigi. Kayu siwak mengandung zat-zat kimiawi yang dapat membunuh kuman dan terdapat pula zat-zat yang menjadikan nafas seseorang menjadi harum dan segar (Ahmad Rivauzi, 2015: 118).
            Yunasril Ali (2009: 59) dikutip Ahmad Rivauzi (2015:118) menerangkan, langkah berikutnya setelah berkumur atau bersiwak adalah istinsyaq membersihkan hidung dengan memasukkan air ke lubang hidung. Hidung adalah tempat berlabuhnya debu dan kotoran. Istinsyak dititahkan untuk menghilangkan kotoran dan debu yang memasuki hidung.  Di luar hikmah lahiriyah, istinsyak memiliki makna batin yang lebih luas.  Dalam tradisi Arab,  hidung merupakan lambang kesombongan dan kebesaran. Membersihkan hidung mengandung makna menyucikan sifat sombong, angkuh, dan sebagainrya. Sifat sifat itu hanya akan menjauhkan seseorang dari Tuhan dan sesama manusia. Bersikap sombong berarti menandingi Allah dalam kebesaran. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman: "sombong itu selendang-Ku dan kebesaran itu sarung-Ku. Barang siapa yang rnenandingi-Ku dalam dua hal itu, Aku akan membinasakannya," (HR. al-Hakim)
            Hilmi al-Khuli (2007: 74-77) dikutip Ahmad Rivauzi (2015:119) mengungkapkan, ditinjau dari segi medis, memasukkan air ke hidung tiga kali dalam setiap berwudhuk sangat bermamfaat untuk kesehatan. Dengan memasukkan air ke hidung, maka kuman-kuman akan keluar dan pernafasan seseorang akan sehat. Pernafasan yang sehat adalah pernafasan melalui hidung dengan penahan tulang lunak yang terbungkus oleh selaput lendir untuk mengatur udara masuk ke paru-paru. Selaput berfungsi sebagai pemanas bila udara dingin, dan sebagai pendingin bila udara panas. Sehingga membasuh hidung sangat baik terutama di saat seseorang sedang sakit. Sebuah penelitian Muhammad Salim di bidang kedokteran pada Universitas Iskandariyah menunjukkan bahwa orang yang berwudhuk yang memasukkan air ke dalam hidung satu kali membuang 1/3 kuman yang terdapat pada hidung. Sehingga dengan memasukkan air tiga kali menjadi hidung seseorang menjadi bersih dari kuman. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa persentase terkena penyakit bagi orang-orang tidak shalat dan tidak berwudhuk, lebih besar dari pada orang yang shalat dan berwudhuk. Memasukkan air ke hidung dapat membuang 11 bakteri berbahaya yang terdapat pada rongga hidung yang menyebabkan penyakit saluran pernafasan, radang paru-paru, panas rheumatism , penyakit rongga hidung, dan lain-lain
            Hal yang sama juga diungkap  Sagiran (2013: 46) salah seorang dokter ahli bedah juga mengungkapkan hasil penelitiannya tentang mamfaat berkumur dan memasukkan air ke hidung pada saat berwudhuk. Hasilnya menunjukkan bahwa orang orang yang berwuduk jauh lebih terjaga dari kuman sehingga dapat terpelihara dari infeksi kuman (Ahmad Rivauzi, 2015:119).
            Kemudian membasuh muka untuk membersihkan dan menyegarkan wajah, yang senantiasa terbuka setiap saat dan sering berhadapan dengan debu dan kotoran. Selain itu, pori-pori wajah pun mengalirkan keringat yang membuatnya kusan dan kotor. Wajah juga dikatakan seagai jendela jiwa karena kondisi kejiwaan seseorang akan tampak di wahanya. Dengan membasuh wajah, maka wajah seseorang akan bersih dari kotoran. Makna batin dari membasuh muka adalah membersihkan wajah batin dari kotoran dosa dan kesalahan sehingga jiwa orang yang memohon keampunan Allah akan jernih bercahaya yang akan memancar pada wajahnya. Karena muram Wajah kebanyakan disebabkan oleh dosa (Yunasril Ali, 2009:62). Hilmi al-Khuli (2007: 78), menyebutkan bahwa pada saat membasuh wajah ketika berwudhuk, maka wajah seseorang akan bersih dari kuman-kuman yang di antaranya kuman penyebab sakit mata seperti Trachoma dan lain sebagainya (Ahmad Rivauzi, 2015:120).
            Shadr al-Din al-Qunawi (1998:61) menjelaskan, setelah membasuh wajah, diwajibkan membasuh tangan hingga siku. Setiap hari tangan terus-terusan aktif menjalankan tugas. Secara lahiriah, membasuh tangan dapat membersihkannya dari kotoran, kuman penyakit, dan zat-zat lainnya yang membahayakan tubuh. Sedangkan dari sisi ruhani,  membasuh tangan mengandung makna penyucian diri dengan air suci dari segala kotoran batin. Membasuh tangan dalam wuduk diharapkan bisa membasuh dan menghilangkan dosa-dosa yang diakibatkan tangan sehingga Allah mengampuni dan melimpahkan sifat sifat baik seperti pemurah, dermawan, pemberi,  rela berkorban, dan lain-lain. Membasuh tangan dimulai dengan tangan kanan  kemudian tangan kiri. Kanan adalah lambang kebenaran, kebaikan, kemuIiaan, kedamaian, kebahagiaan, dan lain-lain. Sedangkan kiri adalah lambang kesesatan, kebatilan, keburukan, kerendahan, kehinaan, kemalangan, dan sebagainya. Mendahulukan bagian kanan Berarti  mendahulukan sesuatu yang utama atas yang hina. Manusia terdiri atas  dua unsur, ruhani dan jasmani yang masing-masing memiliki  sifat-sifatnya tersendiri. Ruhani bersumber dari  tiupan Ruh Ilahi, sedangkan jasmani. Berasal dari  tanah. Kualitas ruhani selalu ingin membawa manusia  naik dari permukaan bumi menuju langit untuk mendekati Ilahi. Sedangkan kualitas jasmani akan membawa manusia agar selalu menyatu dengan tanah. Kanan adalah simbol  kualitas ruhani dan kiri adalah simbol kualitas jasmani. Dengan mendahulukan yang kanan bermakna mendahulukan kebaikan, kebenaran, dan kemuliaan sebagai kehendak ruhani dari pada kehendak jasmani (Yunasril Ali, 2009:63).
            Banyak ayat Al-Quran yang menyebutkan bagian kanan sebagai lambang kebaikan atau kemuliaan dan bagian kiri sebagai lambang kehinaan atau keburukan.
فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ
Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. (QS. al-Waqi'ah [56]: 8.)
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعاً قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. ( QS. al-Zumar [39] : 67).
            Yunasril Ali (2009:64) memaparkan, rangkaian selanjutnya dari prosesi wuduk adalah mengusap kepala. Secara lahiriyah, mengusap kepala berfungsi untuk menyegarkan bagian kepala yang di sana terdapat otak yang selalu bekerja bahkan sampai dalam keadaan tidur. Sedangkan makna batin dari mengusap kepala adalah menyucikan pikiran dari hal-hal yang tidak baik yang membawa manusia kepada zhulumat (kegelapan). Dengan mengusap kepala, seseorang akan merasakan kesegaran baik aspek otak pisik, maupun ruhani seseorang (Ahmad Rivauzi, 2015:121).   
            Selanjutnya mengusap kedua telinga. Mengusap kedua telinga, secara lahiriyah berfungsi membersihkan telinga dari kotoran. Sedangkan makna batinnya adalah membersihkan pendengaran dari hal-hal yang tidak baik yang boleh jadi membekas kepada ruhani (Yunasril Ali, 2009:65).
            Hilmi al-Khuli (2007: 78-79) menjelaskan, bahwa membasuh atau menyapu telinga dengan air berguna untuk menghilangkan debu dan kotoran dari udara yang menumpuk dan menempel pada zat lilin yang dikeluarkan oleh telinga. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan lemahnya pendengaran atau bahkan peradangan kuping bila kuman tersebut menyebar ke bagian dalam kuping dan berdampak pada gangguan keseimbangan tubuh. Karena bagian dalam telinga adalah pusat keseimbangan bagi tubuh. Menurut medis, terdapat sejenis jamur yang bisa mengenai kulit di belakang telinga (khususnya telinga wanita) yang menimbulkan bau tidak enak. Menjangkitnya jamur ini bersifat umum dan menyeluruh sampai-sampai banyak wanita melakukan gerakan tidak sadar saat memakai mewangian di belakang kuping. Para ilmuan kedokteran mendapati bahwa wanita-wanita muslimah yang berwuduk terpelihara dari terjangkitnya penyakit akibat jamur ini. Hal ini dikarenakan mereka membasuh telinga saat mereka berwuduk (Ahmad Rivauzi, 2015:122).
            Langkah terakhir dari wuduk adalah membasuh kaki. Secara lahiriyah, membasuh kaki bermamfaat untuk membersihkan kaki dari kotoran. Sedangkan makna batinnya adalah menyucikan diri dari dosa-dosa akibat perjalanan menuju sesuatu yang dibenci Allah Swt (Yunasril Ali, 2009:66).
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yasin [36]: 65)
            Hilmi al-Khuli (2007: 79) juga menjelaskan hikmah membasuh kesehatan untuk kesehatan. Di antara anjuran Rasul pada saat membasuh kaki adalah membersihkan sela-sela jari kaki. Membiarkan kaki tiidak bersih menyebabkan munculnya jamur pada jari-jari kaki yang berdampak kepada berbagai penyakit.
            Setelah berwuduk disunnahkan membaca:
أشهد أن لا اله الا الله وأشهد أن محمدا رسول الله أللهم اجعلني من التوا بين واجعلني من المتطهرين
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah jadikanlah aku orang yang kembali (bertaubat) dan orang yang suci (HR. Ahmad, Muslim, dan al-Tarmizi)
            Kalimat syahadat tersebut bermakna penafian segala sesuatu selain Allah dan mengakui kerasulan Muhammad serta menjadikannya sebagai tauladan dan ikutan. Dengan membaca syahadat tersebut orang yang berwuduk berupaya menuju satu tujuan yaitu Allah seraya berharap agar Allah membantunya untuk kembali kepada kesucian sehingga dapat bermuraqabah dengan Allah serta memperoleh rahmat dan keampunan-Nya (Ahmad Rivauzi, 2015:123).
            Menurut Hilmi al-Khuli (2007: 80-84), secara umum, jika ditinjau dari segi medis kedokteran, sebagaimana dikatakan Abdul Aziz Ismail, membasuh anggota-anggota tubuh yang kelihatan sebagai anggota wudhuk lima kali dalam satu hari, merupakan bentuk pencegahan terbaik terhadap penyakit kulit dan peradangan. Muwaffiq asy-Syathi juga menambahkan bahwa dengan berwudhuk, menggunakan air dingin sangat bermamfaat untuk menghilangkan keringat luar agar kembali normal. Wudhuk juga bermamfaat untuk meningkatkan tekanan darah, menambah gerakan jantung, menambah jumlah sel-sel darah merah, mengaktifkan pertukaran (sirkulasi) dalam tubuh, memperkuat gerakan pernafasan, menambah kadar oksigen, serta memperbanyak kadar CO2 (carbondioksida) keluar dari tubuh, memperlancar kencing, mengeluarkan racun-racun, menambah nafsu makan, mengaktifkan pencernaan, merangsang otot kulit dan otot sendi yang berpindah menuju seluruh otot urat leher, paru-paru, perut, kemudian diteruskan kepada seluruh anggota tubuh dan kelenjar-kelenjar. Al-Khuli menambahkan, mamfaat sangat penting berkaitan dengan wudhuk adalah memenimalkan kemungkinan terjadinya kanker kulit. Karena berdasarkan riset tentang penyebab penyakit kanker adalah kontaminasi bahan-bahan kimia dengan kulit. Wudhuk juga berperan membasahi permukaan kulit yang tersengat cahaya matahari sehingga memberikan perlindungan pada sel-sel dalam kulit dari pengaruh sengatan cahaya matahari. Berdasarkan statistik, kanker kulit merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi di Eropa, Amerika, dan Australia. Tetapi di negara-negara muslim sedikit sekali terjadi kasus terkena kanker jenis ini, pada hal di negara-negara muslim lebih sering terdapat cayaha matahari (Ahmad Rivauzi, 2015:123-124).
Sumber:
Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman: Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015), Cet. I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar