Dasar, Visi, Misi, Tujuan dan Out Put Pendidikan dalam
Pandangan Islam
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA
Menurut Achmadi (2005:81), pendidikan membutuhkan dasar dan pondasi yang kokoh.
Dasar dalam pendidikan bermakna pandangan hidup yang melandasi seluruh
aktivitas pendidikan. Dasar adalah menyangkut masalah ideal dan fundamental
sehingga pandangan hidup yang melandasi pendidikan tersebut harus kokoh dan
komprehensif, serta tidak berobah (Ahmad Rivauzi, 2015: 171).
Abuddin Nata (2005: 50-53) menjelaskan, dari
dasar al-Quran dan Hadits, melahirkan
nilai-nilai dasar yang dapat diklasifikasikan kepada nilai dasar intrinsik dan
nilai dasar instrumental. Nilai dasar intrinsik adalah nilai yang ada dengan
sendirinya, bukan prasarat atau alat bagi nilai yang lainnya. Nilai intrinsik
adalah sesuatu yang fundamental, dan menempati posisi paling tinggi. Nilai
tersebut adalah tauhid. Sedangkan kesungguhan dalam ibadah, shabar, syukur dan
lain sebagainya adalah nilai intrumental untuk mencapai tauhid. Dengan dasar
tauhid, seluruh kegiatan pendidikan di dalam Islam dijiwai oleh norma-norma
ilahiyah dan sekaligus dimotivasi sebagai ibadah. Dengan ibadah, aktivitas
pendidikan menjadi lebih bermakna, tidak hannya makna material tetapi juga
makna spiritual. Dari dasar tauhid ini, menurut Nata, muncul nilai dasar-dasar
pendidikan lainnya yaitu humanisme (manusiwi), kesatuan umat manusia, keseimbangan,
dan rahmat bagi semesta alam (Ahmad Rivauzi, 2015:172).
Kata visi berasal dari bahasa Inggris, vision
yang dapat berarti penglihatan, daya lihat, pandangan, impian, atau bayangan (John M. Echols dan Hasan Shadily, 2003:631). Dengan demikian, kata visi mengacu kepada
sebuah cita-cita, keinginan, angan-angan, khayalan, dan impian ideal yang ingin
dicapai yang dirumuskan secara sederhana namun mengandung makna yang luas,
jauh, dan dalam.
Menurut
Abuddin Nata (2005), visi pendidikan Islam itu melekat pada visi ajaran Islam
itu sendiri yaitu membangun sebuah kehidupan manusia yang patuh dan tunduk
kepada Allah dan membawa rahmat bagi semesta alam. Isyarat ini dapat ditemukan
pada al-Qur’an di antaranya:
وَإِبْرَاهِيمَ
إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan (Ingatlah) Ibrahim, ketika ia Berkata kepada kaumnya:
"Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al-Ankabut: 16)
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya’: 107)
Sedangkan kata missi juga berasal dari bahasa Inggris, mission,
yang berarti tugas, perutusan, dan misi (John M. Echols dan Hasan Shadily,
2003:383). Missi dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau kegiatan yang
bersifat strategis dan efektif dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan
(Abuddin Nata, 2005: 22).
Abuddin
Nata menjadikan strategi sebagai bagian dari missi, pada dasarnya missi
merupakan tugas-tugas utama yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi. Missi
pendidikan Rasul secara gamblang dalam firman Allah:
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَوَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat
kami kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah: 151)
Melalui
informasi ayat di atas, maka missi pendidikan Rasul adalah: Membacakan
ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa, mengajarkan kitab dan hikmah, mengajarkan
hal-hal yang belum diketahui manusia (Ahmad Rivauzi, 2015: 173).
Sedangkan tujuan, dalam
bahasa Arab, istilah “tujuan” berpadanan dengan kata maqashid yang menunjukkan kepada jalan
lurus. Kata
ini merupakan kata jadian dari qashada yang tersebar dalam al-Qur’an yang memberi arti pokok. Berdasarkan
berbagai istilah tersebut di atas, maka tujuan pendidikan (maqashid al-tarbiyah) dalam
Islam mengacu pada tujuan umum (aims) yang mengarah kepada tujuan akhir (goals)
melalui tujuan antara (objectives). Tujuan pendidikan bertitik tolak dari
konsep penciptaan
manusia sebagai khalifah dan fitrah manusia. Manusia dalam al-Qur’an
menempati posisi yang sangat istimewa, karena ia diciptakan oleh Allah SWT
sebagai khalifatan fil’ardhi (wakil Tuhan) dengan tugas dan
fungsi untuk ibadah hanya kepada-Nya.[1]
Hal ini
dinyatakan dalam ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa manusia merupakan
pilihan Maha Pencipta untuk menguasai jagat raya ini. Untuk menjadikan manusia
terbaik itu, maka Allah sendirilah sebagai “pendidik” secara langsung kepada
manusia pertama, yaitu Nabiyullah Adam ‘Alaihissalam. Sebagaimana Allah berfirman
dalam al-Qur’an,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.(QS. adz-Zariyat: 56)
وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(QS.
al-Baqarah, 2: 30)
Tujuan
pendidikan dalam Islam secara umum adalah untuk membentuk dan membina karakter
manusia supaya menjadi insan kamil yang
beriman, bertakwa dan berakhlak kepada Allah SWT berdasarkan fitrah yang dibawanya sejak lahir. Fitrah yang dibawa manusia sejak dalam
kandungan merupakan perwujudkan komitmen antara manusia sebagai makhluk dan
Allah sebagai Khaliknya. Komitmen yang sudah terbentuk itu harus diperkuat agar
manusia tetap lurus mengikuti perintah Allah sebagai tujuan dalam
penciptaan-Nya (Ahmad Rivauzi, 2015: 175). Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an,[2]
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. QS., al-Rum, 30: 30)
Fitrah
keislaman manusia yang sudah terbentuk sejak dalam kandungan ibunya
merupakan suatu kontrak akidah. Allah telah mempersaksikan-Nya sendiri secara langsung dihadapan
makhluk-Nya yang direspon secara positif, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن
بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ
أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS
al-‘Araf, 7: 172)
Firman Allah tersebut
mengisyaratkan, bahwa penciptaan manusia yang memerankan sebagai khalifatullah
supaya tetap komitmen dalam fitrahnya. Namun demikian, Allah menciptkan manusia
itu diberikan hak untuk memilih atas kehendak bebas manusia. Apakah manusia
akan memilih jalan yang baik atau ke jalan yang buruk. Sebagaimana Allah
berfirman,
وَقُلِ الْحَقُّ مِن
رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا
لِلظَّالِمِينَ نَاراً أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا
بِمَاء كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءتْ مُرْتَفَقاً
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi
orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi,
18: 29)
Firman Allah SWT
menyatakan secara tegas tentang kebenaran itu datangnya dari Tuhan. Manusia
dapat memilih siapa yang ingin beriman atau kafir. Tentu saja, hal ini mempunyai implikasi terhadap kewajiban mendidik dan
melaksanakan pendidikan oleh berbagai pihak yang mempunyai otoritas di bidang
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh Allah
dan Rasul-Nya. Tujuan pendidikan Islam dalam tataran konsep-teoritis mengarah
pada tujuan umum untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau
mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan diciptakannya manusia oleh
Allah, yaitu supaya beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total
kepada-Nya.
Ahmad Rivauzi (2015: 177-179) memaparkan out
put pendidikan Rasulullah tergambar pada Firman Allah berikut: QS.
Al-Fath: 29
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ
مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا
سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu
seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman
itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath: 29)
QS. Al-An’am: 160-163
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ, قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, لَا شَرِيكَ
لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِين
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka
baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa
perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).- Katakanlah:
"Sesungguhnya Aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus,
(yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah
termasuk orang-orang musyrik".
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian
Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am: 160-163)
لَقَدْ كَانَ
لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ
رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun". (QS. Saba’: 15)
Dalam ayat di atas digambarkan bahwa out pendidikan
Rasulullah adalah orang-orang yang memiliki karakter:
Ø Mampu memiliki ketegasan sikap terhadap
orang-orang yang memiliki keyakinan yang salah
Ø Mampu hidup berkasih sayang sesama mukmin
Ø Mereka adalah orang-orang yang ruku’ dan sujud
kepada Allah dan senantiasa mengharap karunia dan rahmat Allah
Ø Mampu berkontribusi kebaikan untuk orang lain
dan peradaban umat manusia.
Ø Mampu melakukan tugas pegabdian kepada Allah.
Ø Hidup berkesejateraan dan ampun Allah
[1] Musthafa Al-Maraghi. Tafsir
Al-Maraghi, Bairut: Dar Fikr, menyatakan
bahwa: “kata khalifah diambil dari kata kerja khalafa yang berarti
“mengganti dan melanjutkan”. Menurut pandangan Razi, Thabari dan Qurtubi, bahwa
pengertian khalifah tidak secara sederhana menggantikan lainnya sebagai
khalifah Allah. Allah menjadikan manusia sebagai khalifah apabila perilaku dan
sikap manusia mengikuti ajaran Allah”.
[2] Musthafa Al-Maraghi. Tafsir
Al-Maraghi, Bairut: Dar Fikr, menjelaskan bahwa ayat
di atas menghubungkan makna fitrah dengan agama (din)”. Hubungan fitrah dengan
din tidak bertentangan, malah sebaliknya saling melengkapi. Penekanan mengenai
hakikat fitrah seperti tercantum dalam Q.S. 30: 30 tersebut yang sesungguhnya
secara lebih rinci mempunyai hubungan dengan Q.S. 7: 172, bahwa Allah membuat
perjanjian dengan manusia dalam keimanan (tauhid).
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar