Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Model dan
Desain Pembelajaran
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA
A.
Pendekatan Pembelajaran
Ahmad Rivauzi (2015: 184) menulis, pendekatan (approach)
dapat di lihat dari dua perspektif. Pertama dilihat dalam konteks pandangan yang menempatkan pendidikan
sebagai sebuah kejadian proses yang dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode dan proses pembelajaran dengan cakupan teoretis
tertentu. Maka dalam perspektif ini
pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap kejadian proses pendidikan tersebut. Wina Sanjaya melihat
pendekatan dalam perspektif ini sehingga terdapat dua bentuk pendekatan, yaitu:
(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach)
(Roy Killen, 1998).
Kedua, pendekatan yang diartikan dalam perspektif proses
mendekati sebuah objek atau diartikan dengan come near (menghampiri), go
to (jalan ke) , dan way path (jalan). Dalam pengertian ini,
pendekatan diartikan sebagai cara menghampiri atau mendatangi sesuatu. H.M.
Chabib Thaha, mendefinisikan pendekatan dengan cara pemprosesan subjek atas
objek untuk mencapai tujuan (Ramayulis, 2010:169).
Kedua pengertian di atas pada dasarnya
dapat dipakai. Dalam konteks tulisan ini, pendekatan pendidikan dalam Islam jelas tidak berorientasi kepada salah satu antara
guru atau murid, namun berorientasi kepada keduanya sekaligus. Dengan demikian, karena
pendidikan dalam Islam menekankan guru dan murid secara bersamaan, maka penulis
mengambil kepada pendekatan dalam pengertian yang kedua yaitu - cara pemprosesan subjek atas objek untuk mencapai
tujuan -, berdasarkan nilai dan isyarat
al-Quran dan Hadits, maka pendekatan pendidikan tersebut adalah ‘aqliyyah
(filosofis), zdauqiyyah (qalbiyyah), dan ‘amaliyyah (ibadah) sebagaimana dijelaskan
pada bagian di bawah ini (Ahmad Rivauzi, 2015: 185).
Dari pendekatan pembelajaran selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Strategi
pada mulanya digunakan dalam dunia meliter yang diartikan dengan cara
penggunaan seluruh kekuatan meliter untuk memenangkan suatu peperangan. Dalam dunia
pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities designed to achieves a particular educational goal (J.R. David,
1976). Dengan demikian, strategi berarti perencanaan yang berisi
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih
efektif dan berhasil guna. Kemp (1995) juga menjelaskan bahwa strategi adalah
suatu kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Rowntree
(1974) mengelompokkan strategi belajar kepada strategi penyampaian-penemuan
atau expistion-discovery learning, strategi pembelajaran kelompok dan
strategi pembelajaran individual (Wina Sanjaya, 2010:125-126).
Metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun. Dengan demikian, metode adalah
cara merealisasikan strategi pembelajaran (Wina Sanjaya, 2010:126 &147).
Selanjutnya, teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam
rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara yang bagaimana yang
harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif. Sedangkan
taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan sebuah metode tertentu. Dengan
demikian, taktik bersifat individual (Wina Sanjaya, 2010:126-127).
Menurut Ahmad
Sudrajat, apabila pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah
apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.[1]
Selanjutnya, menurut Ahmad Sudrajat, di samping
istilah-istilah di atas, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain
pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola
umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran
lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar
tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan
dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe
atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern,
dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda
dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang
akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah
konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai
dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun (Ahmad Sudrajat).
Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.
Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran,
yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model
personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan
strategi pembelajaran (Ahmad Sudrajat).
Pendekatan
dalam pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam upaya mencapai
tujuan pendidikan. Ahmad Rivauzi (2015: 187-191) menawarkan pendekatan pendidikan yaitu:
1.
Pendekatan ‘Aqliyyah
(filosofis).
‘aqal merupakan aktivitas nafs
namun menggunakan otak jasmani. Jika nafs mengindera menggunakan qalbu,
maka pandangannya bersifat ruhaniah (rasa dan intuisi), namun jika nafs
mengindera melalui akal, maka penginderaannya bersifat jasmaniyah yaitu melaui
media otak yang karakteristiknya adalah logika rasional. Dengan demikian,
maksud ayat di atas lebih ditujukan kepada qalbu dalam pengertian tempat
yang mampu menyerap cahaya iman dan nur Ilahi dituntut untuk memfungsikan indrawi jasmani
otak untuk melakukan proses ta’aqqul yang logis serta rasional.
Akal
mampu mengantarkan manusia pada tingkat kesadaran, namun tidak mampu mencapai
supra-kesadaran. Akal mampu berpikir dengan logika formal pada dunia sadar,
tetapi tidak mampu manangkap sesuatu yang datangnya dari alam supra-kesadaran
(gaib). Pengetahuan yang diperoleh akal terbagi kepada dua bentuk. Pertama, pengetahuan
rasional-empiris, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui bantuan
indrawi. Kedua, pengetahuan rasional-idealis, yaitu pengetahuan
yang diperoleh melalui pemikiran sehingga pengetahuan yang dihasilkannya
disebut dengan pengetahuan filsafat (Abdul Mujib, 1997:106-109).
2.
Pendekatan Qalbiyyah
(zhauqiyah).
Al-Gazhali (tt:
4-5) dalam Ihya’ melihat qalbu dari dua aspek. Pertama aspek
jasmani atau disebut juga qalbu jasmani. Yang dimaksud di sini adalah
daging yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada
sebeleh kiri. Kedua, qalbu ruhani, yaitu sesuatu yang halus (lathif),
rabbani, dan ruhani. Qalbu dalam pengertian ini merupakan esensi
manusia.
Qalbu
jasmani merupakan jantung (heart) yang menjadi pusat jasmani
manusia. Ia berfungsi sebagai pusat peredaran dan pengaturan darah. Jika fungsi
ini berhenti, maka ajal (batas) hidup manusia habis dan terjadilah
kematian. Qalbu jasmani tidak Cuma dimiliki manusia, tetapi dimiliki
oleh semua makhluk bernyawa seperti binatang. Sedangkan qalbu dalam
pengertian ruhani hanya dimiliki oleh manusia, yang menjadi pusat
kepribadiannya. Namun demikian, qalbu jasmani dan qalbu ruhani
memiliki keterkaitan. Apabila kondisi kejiwaan seseorang normal, senang,
gembira atau bersedih, maka frekuensi denyutnya akan terpengaruh (Abdul Mujib,
1997:87).
Qalbu
memiliki karakteristik khusus yaitu ia memiliki kecendrungan dan
kemampuan yang disebut dengan cahaya ketuhanan (nur al-Ilahi) dan mata
batin (al-bashirah al-bathiniyyah) yang memancarkan keimanan dan
keyakinan. Qalbu bersifat fitrah yang memiliki kecendrungan untuk
menerima kebenaran dari Allah karena ia disebut juga memiliki natur ilahiyyah
yang merupakan aspek supra-kesadaran manusia yang dipancarkan dari
Tuhan.
Qalbu
memiliki daya emosi; cinta, senang, benci, sedih, dan ingkar. Disamping daya
emosi, qalbu juga memiliki daya kognisi yang bersifat halus dan rabbani
yang mampu mencapai hakikat sesuatu. Qalbu dapat mencapai pengetahuan (ma’rifah)
melalui daya cita rasa (al-dzawqiyyah) dan intuisi (al-hadsiyyah).
Qalbu mencapai puncak pengetahuan apabila manusia menyucikan dirinya (tazkiyat
al-nafs), sehingga ia dapat memperoleh ilham dan kasyaf (terbukanya
hijab yang mendinding qalbu. Qusyairi mengatakan bahwa pengetahuan qalbiyah
jauh lebih luas dan dalam ketimbang pengetahuan aqliyyah. Aqal tidak
dapat mengetahui hakikat Tuhan, sedangkan qalbu dapat mengetahui hakikat
yang ada (Abdul Mujib, 1997:91).
Hasil
capaian kebenaran yang menurut akal sehat dipandang tidak masuk akal, tidak
tepat disebut irasional. Hal ini lebih tepat disebut sebagai sesuatu yang
transenden atau supra-rasional (supra-kesadaran). Capaian kebenaran yang
dimaksud seperti hal-hal yang berhubungan dengan keyakian (al-i’tiqadiyyah),
hidayah, ketaqwaan, rahmah, tertangkapnya isyarat yang akan terjadi esok dan
hal-hal lainnya. Seperti ditegaskan Iqbal, intuisi qalbu merupakan
bentuk tertinggi dari jenis intelektual.
3.
Pendekatan ‘Amaliyah.
Di dalam al-Quran, kata-kata iman
sering dihubungkan dengan amal shaleh. Jika ditelusuri, maka kata-kata amal
shaleh yang beriringan dengan kata-kata iman berjumlah 19 kali pengulangan
dalam bentuk tunggal. Sedangkan kata ‘amal dalam berbagai bentuk gubahan
katanya berjumlah 359 kali pengulangan (Muhammad Fuad ‘Abdu al-Baqi,1945:483-488). Hal
ini menunjukkan bahwa beraktifitas yang merupakan pengertian dari beramal
merupakan suatu ha yang penting di dalam Islam.
Di antara ayat
yang berbicara tentang amal shaleh misalnya:
وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُم بِالَّتِي
تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ
لَهُمْ جَزَاء الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ آمِنُونَ
Dan sekali-kali
bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada
Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa
yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang
tinggi (dalam surga). (QS. Saba’, 34:37)
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS.
An-Nahl, 16:97)
فَأَمَّا مَن
تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَعَسَى أَن يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ
Adapun orang
yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh, semoga dia
termasuk orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Qashash, 28:67)
وَلِكُلٍّ
دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُواْ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Dan
masing-masing orang memperoleh derjat-derjat (seimbang) dengan apa yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-An’am,6:
132)
Ayat
di atas sudah cukup memberikan gambaran akan pentingnya beramal dalam
pengertian yang luas. Melalui ayat di atas Allah memberikan pengesan bahwa
kehidupan yang baik, keberuntungan, derjat yang baik dan sorga sebagaimana
ditemukan pada ayat lainnya adalah hak yang akan diterima oleh orang-orang
beraktivitas dan dalam aktivitas tersebut mengandung nilai-nilai kebaikan.
Pendekatan amaliyyah merupakan pendekatan yang harus dilakoni oleh
guru dan peserta didik dalam pendidikan. Melalui amalan yang baik, Allah akan
memberikan pengalaman belajar yang baik dan akan memberikan hasil yang baik
juga dalam kehidupan yang lebih luas. Dengan demikian, dalam pendidikan,
seorang guru bersama murid-muridnya harus menempatkan semua aktivitas
pembelajaran sebagai sesuatu yang bernilai keshalehan baik individual, maupun
sosial.
B.
Strategi
Pembelajaran
Ahmad Rivauzi (2015: 191-196) menjelaskan dan menawarkan 3 (tiga) strategi dalam hal strategi pendidikan dan pembelajaran Yaitu, tilawah, tazkiyah, dan ta’lim. Strategi
ini, di antaranya dapat dijumpai pada firman Allah:
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولاً مِّنكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا
لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami
telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah
(As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah,
2: 151)
1. Strategi Tilawah
Tilawah merupakan kegiatan pemaparan materi ajar dan pendidikan yang difasilitasi
oleh guru sehingga murid atau peserta didik aktif mengikuti kegiatan membaca, mengkaji
dan merenungkan tentang ayat-ayat Allah. Sasaran yang harus dicapai adalah
muncul kesadaran ke-bertuhanan. Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan
pembelajaran atau strategi ekspositori. Dalam strategi ini, guru membacakan dan
menyuguhkan serta memperlihatkan ayat-ayat Allah (tanda-tanda keberadaan dan
keagungan Allah) baik pada ayat qauliyah (al-Quran) yang dikaitkan dengan ayat kauniyah
(Rivauzi, 2013:73).
Quraish Shihab (2006:168), membatasi makna tilawah pada
ayat-ayat qauliyyah. Hal ini didasarkannya kepada firman Allah:
تِلْكَ آيَاتُ
اللّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
Itu adalah ayat-ayat Allah. Kami bacakan kepadamu dengan
hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi
yang diutus. (QS. Al-Baqarah, 2:252)
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَاناً
فَتُقُبِّلَ مِن أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ
لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam
(Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!"
Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari
orang-orang yang bertakwa".(QS. Al-Maidah, 5:27)
Jika dikuti pendapat Quraish Shihab di atas, maka
strategi tilawah adalah strategi yang dipakai dalam pembelajaran yang
dipakai oleh guru dengan mengajak peserta didiknya mengungkap kebesaran dan
keberadaan Allah dari ayat-ayat suci yang memiliki kebenranan yang mutlak. Hal
ini berati, pembelajaran harus memiliki dan merujuk kepada dasar transental dan
nilai-nilai yang sakral yaitu al-Quran. Posisi guru di sini adalah menyuguhkan
kepada peserta didik tentang nilai-nilai kebenaran yang tedapat dalam al-Quran
yang bersifat universal (Ahmad Rivauzi, 2014).
Namun jika dipahami bahwa antara ayat qauliyah
dan kauniyah pada dasarnya memiliki fungsi dan peranan yang sama, yaitu mengungkap
kebesaran dan keesaan Allah, maka pemaparan
ayat-ayat qauliyah harus ditempatkan sebagai aspek penting dalam setiap
pembelajaran dan kemudian membangun pengetahuan murid tentang ayat kauniyah di
atasnya.
Ayat-ayat kauniyah adalah alam semesta atau semua makhluk Allah. Ayat-ayat ini berfungsi
menjelaskan kepada manusia tentang keberadaan Allah yang Maha Mencipta.
Pengkajian dan penelitian manusia tentang ayat-ayat ini akan melahirkan
berbagai ilmu-ilmu dan pengetahuan semisal ilmu matematika, fisika, biologi dan
lainnya. Ilmu-ilmu ini tentunya sangat berharga bagi manusia untuk
kesejahteraan hidupnya. Di balik itu semua, temuan dan pengetahuan manusia
tentang ayat-ayat kauniyah ini seyogyanya membawa manusia untuk mampu
bersyukur kepada Allah karena terungkapnya rahasia ciptaan Allah yang sangat
sempurna itu sesungguhnya menunjukkan kepada kesempurnaan dan keagungan Allah
yang telah menciptakannya.
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ
لِأُولِي الْأَلْبَابِ,الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ
قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ
فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran,
190-191)
Sementara itu, ayat-ayat qauliyah yaitu ayat-ayat
yang difirmankan Allah dalam kitab suci-Nya. Ayat-ayat ini menginformasikan
banyak hal kepada manusia baik berbicara tentang dasar-dasar keyakinan
(akidah), hukum-hukum syari’ah, maupun prinsip-prinsip akhlak. Ayat-ayat ini
juga memerintahkan manusia untuk senantiasa mengkaji alam semesta ini dengan
berbagai kemampuan dan potensi akal yang telah diberikan Allah kepada manusia.
Informasi pengetahuan dari sumber qur’ani
inilah yang kemudian lebih dikenal
dengan ilmu-ilmu agama (ulum al-diniyah). Ilmu-ilmu yang
bersumber dari al-Qur’an maupun yang bersumber dari alam semesta ini
sesungguhnya saling menjelaskan dan menyatu dalam semangat dan tujuannya yaitu
agar manusia ini menyadari keesaan Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya.
Pada dasarnya,
Islam tidak membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama baik ditinjau dari
aspek keutamaannya maupun kewajiban mempelajarinya. Mempelajari ilmu-ilmu
science itu sama keutamaannya dengan mempelajari ilmu fikih dan ilmu lainnya. Pendidik
berkewajiban membersihkan jiwa manusia dari berbagai bentuk keyakinan dan
kepercayaan syirik menuju ketauhidan. Sasaran pendidikan ini menekankan
pentingnya pembelajaran yang berbasis al-Quran.
2.
Strategi Tazkiyah
Strategi Tazkiyah merupakan kegiatan
yang menuntut aktivitas baik guru atau peserta didik dalam melakukan riyadhah
(latihan) yang bersifat keruhanian (SQ). Dalam kegiatan ini, guru dan peserta
didik dituntut memberikan pondasi nilai-nilai theologis atau memberikan
pemaknaan dan penafsiran terhadap aktifitas PBM dengan pemaknaan dan penafsiran
spiritual. Bagi seorang mukmin, apapun yang dilakukan dan dalam berbagai
kondisi dituntut untuk menjadikan semua itu sebagai sesuatu yang bernilai
ibadah. Belajar dan mengajar bagi seorang mukmin merupakan zikirnya kepada
Allah swt (Ahmad Rivauzi: 2014)
3.
Strategi Ta’lim
Strategi Ta’lim merupakan aktifitas
penggalian ilmu dan hikmah dan nilai-nilai ilmu pengetahuan yang kemudian lahir
kebijaksanaan dan kemamapan pribadi sehingga peserta didik secara aktif
mengembangkan dan menemukan jati diri mereka yang kemudian muncul kematangan
dan kemampuan untuk menjadi orang yang benar dalam perkataan dan perbuatan.
Ungkapan al-Kitab dalam ayat Allah di atas bisa berarti kitab suci dan bisa
juga memiliki makna yang luas yaitu segala sesuatu yang ditulis dalam buku dan
hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas tulis menulis. Ke’arifan dan
pengetahuan serta semua hal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang
dibukukan adalah bagian dari al-kitab yang dimaksudkan ayat tersebut (Ahmad Rivauzi, 2014).
Kata kitab pada ayat di atas
mengisyaratkan bahwa umat Islam sebagai peserta didik dari Rasul dituntut untuk
mempelajari berbagai hal dari ilmu pengetahuan yang ditulis oleh setiap budaya.
Ilmu pengetahuan yang telah dijadikan oleh peradaban manusia sebagai pondasi
kehidupan berkeadaban mereka yang selaras dengan ajaran Islam. Sementara itu, kata
hikmah menunjukkan kepada kemapanan kepribadian anak manusia, kemampuan
dan pemahaman serta mampu berkata benar dan benar juga dalam tindakan. Menurut
Khalid Abdurrahman al-‘Aki, dalam kitab “Shafwah al-Bayan li Ma’ani
al-Qur’an al-Karim, kata hikmah berarti suatu pemahaman dan ilmu.
Hikmah juga berati pemahaman atau benarnya perkataan dan amalan (قولا وعملا الفقه او
الصواب ) (Khalid
Abdurrahman al-‘Aki, 1994: 60 & 56).
Ta’lim walupun berarti pengajaran, namun memiliki aktivitas dan kedalaman yang lebih
dalam ketimbang aktivitas tilawah. Kalau tilawah merupakan
kegiatan ekspositori dengan sasaran kognitif, maka ta’lim diarahkan agar
peserta didik memiliki kemampuan psikomotorik. Hal ini diunjukkan dengan adanya
ungkapan mengajarkan hikmah pada ayat di atas yang menurut para ulama
menunjukkan kepada kemampuan berkata dan berbuat dengan benar.
Allah telah menggariskan dalam al-Qur'an bahwa perkataan yang tidak
diiringi dengan perbuatan, diancam dengan memberikan kutukan
yang sebesar-besarnya, seperti Firman-Nya
كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(QS. as-Shaf: )
C.
Metode
Pembelajaran
Metode adalah bagaimana upaya mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Misalnya untuk melaksanakan strategi ekspositori (tilawah), dapat
dilakukan dengan metode ceramah (tabligh). Untuk Strategi Belajar
Tazkiyah dapat digunakan metode muhasabah dan zikir, Untuk stratgi ta’lim dapat
digunakan metode diskusi (Hiwar).
Ahmad Rivauzi (2015: 196-201) menjelaskan beberapa metode dalam belajar adalah:
1.
Metode Ceramah (tabligh).
Guru
adalah seorang penyampai. Tablig ( تبليغ) adalah mashdar dari (بَلَّغَ) yang mengandung makna taktsir ( تكثير )
yang berati banyak. Kadang makna banyak (taktsir) ini pada
fi’il (perbuatannya) dan kadang kala pada objeknya (maf’ul)
(Imam al-muhaqqiq al-Mudaqqiq Ahmad Rusydi, tt: 4). Dalam kaitannya dengan tabligh sebagai sebuah metode
pembelajaran, maka makna banyak ini bisa pada aspek perbuatannya atau bisa juga
pada aspek yang disampaikan. Metode cocok dipakai pada strategi tilawah. Rasulullah
dalam Hadis dari
Abi Kabsyah ia berkata:
سَمِعْتُ
عَبْدَ اللهِ بْنِ عُمَرو، وَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: بَلِغُوْا عَنِّى وَلَوْ أَيَةٍ(رواه الدارمى)
”Aku
mendengar Abdullah bin Umar berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw. “Sampaikan
olehmu dari aku walaupun satu ayat”. (H.R. Ad
Daarimy)
2.
Metode Muhasabah, zikir dan doa.
Muhasabah berarti mengevaluasi diri. Muhasabah merupakan proses menghitung dan
menimbang kesalahan-kesalahan masa lalu dan membandingkannya dengan banyaknya
nikmat rahmat Allah yang telah diberikan Allah. Muhasabah akan mempertajam mata
batin untuk melihat kebaikan-kebaikan yang telah diberikan Allah.
Secara bahasa, muhasabah ( محاسبة ) terbentuk dari
kata حَاسَبَ – يُحَا
سب – محاسبة yang bermakna musyarakah
(بين الأثنين مشاركة ) yang artinya berserikat antara dua. Bisa
juga bermakna berserikat pada pribadi yang satu misalnya ungkapan قا تل هم الله yang berarti Allah telah membunuh mereka (Ahmad Rusydi,
tt:4). Namun jika
kata yang serupa dinisbahkan (dihubungkan ) kepada manusia, maka maknanya
adalah berserikat antara dua. Dalam hal muhasabah sebagai metode
pendidikan dan pembelajaran, maka muhasabah bermakna sebuah metode
pembelajaran yang digunakan untuk mengajak peserta didik untuk sama-sama
melakukan perenungan. Metedo ini cocok dapat dipakai pada strategi tazkiyah
atau pembersihan hati.
Pada akhirnya, muhasabah akan mengantarkan seseorang
untuk sampai kepada keasyikan munajah kepada Allah dan lahirnya rasa syukur
kepada Allah.
Allah
berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ
اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم
مُّبْصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka
ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. Al-A’raf, 07: 201)
Imam Jalaluddin Dalam tafsir Jalalain
menjelaskan bahwa orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa atau terkena
was-was (lintasan bisikan syetan), mereka ingat akan siksa Allah dan pahala-Nya
maka ketika itu mereka melihat perbedaan antara perkara yang hak dan yang batil
lalu mereka kembali kepada jalan yang hak. Al-Muhasibi (2010: 39) mengatakan,
“takutlah terhadap Allah dalam agamamu; berharaplah kepada-Nya dalam setiap
urusanmu; dan bersabarlah atas penderitaan yang menimpamu”. Allah dekat dengan
orang yang berdoa secara diam-diam”
Zikir dikatakan rukun yang sangat kuat dalam perjalanan
menuju al-Haqq, bahkan keberadaannya merupakan tiang. Tidak akan sampai seseorang menuju Allah kecuali dengan
melanggengkan zikir”. Zikir secara umum terbagi dua, yaitu zikir lisan dan
zikir hati (al-Qusyairi al-Naisaburi, 2002:318). Ibn Taimiyah mengatakan, bahwa zikir bagi
hati bagaikan air bagi ikan (al-Harits
al-Muhasibi, 2010: 95).
3. Metode Diskusi (muhawarah).
Hiwar
juga sering diartikan dengan dialog yang bermakna bertanya jawab,
bercakap-cakap (Hamidin Dt. Rajo Endah, 2010). Muhawarah juga berakna musyarakah
baina al-itsnain seperti halnya makna muhasabah.
Di antara
firman Allah yang menggunakan kata muhawarah:
وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ
مِنكَ مَالاً وَأَعَزُّ نَفَراً
Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang
mu'min) ketika ia bercakap-cakap dengan dia: "Hartaku lebih banyak
dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat". (QS. Al-Kahfi,
18:34)
4.
Metode Demonstrasi
(uswah).
Dalam metode
demonstrasi atau uswah ini, seorang guru tampil sebagai contoh dan
memamerkan sesuatu kepada murid-muridnya dan meminta murid-muridnya untuk
mencontohnya. Uswah sebagai sebuah metode pembelajaran telah dicontohkan oleh
rasulullah. Malik bin Huwairits r.a., ia berkata:
أَتَيْنَا
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ
مُتَقَارِبُوْنَ, فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِيْنَ يَوْمًا وَلَيْلَةً, وَكَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيْمًا رَفِيْقًا, فَلَمَّا
ظَنَّ أَنَّا قَدِ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا, أَوْ قَدِ اشْتَقْنَا, سَأَلَنَا
عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ, قَالَ: (إِرْجِعُوْا إِلَى
اَهْلِيْكُمْ فَأَقِيْمُوا فِيْهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ). وَذَكَرَ
أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لاَ أَحْفَظُهَا: (وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي
أُُصَلِّي, فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ
وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ).
"Kami
mendatangi Rasulullah SAW dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama
beliau selama 20 malam. Rasulullah SAW adalah seorang penyayang. Ketika beliau
menduga kami telah menghendaki ingin pulang dan rindu keluarga, beliau
menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda: 'Kembalilah kepada keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka.' Beliau menyebutkan hal-hal yang saya
hafal dan tidak saya hafal. 'Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku
shalat. Bila (waktu) shalat tiba, maka hendaklah salah satu dari kalian adzan
dan yang paling dewasa menjadi iman." (H.R. Bukhari)
5.
Metode pukulan yang mendidik.
Dalam
hal ini penting digaris bawahi, bahwa memukul bukan sebagai wujud pelampiasan
kemahan dan kebencian, tetapi hanya sebagai satu bentuk pendisiplinan yang
bersifat jasmani. Metode mendidik dengan memukul ini tentunya hanya berlaku
ketika anak-anak berada pada usia anak-anak dan pubertas. Namun jika anak-anak
sudah dewasa, maka metodenya tentu tidak cocok lagi menggunakan metode
ini. Dalam hal ini Abu Dawud dan Hakim
meriwayatkan dari Amar bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, bahwa
Rasulullah Saw.bersabda:
مُرُوا أولادكم بالصلاة وهم أَبْناء سَبعِ سنين
واضْربوهم عليها وهم ابناء عَشْرٍ وفرّقوا بينهم في المضاجع (رواه ابو داود
والحاكم)
Perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan shalat apabila mereka
sudah berumur tujuh tahun, apabila mereka berusia sepuluh tahun, maka pukullah
mereka (jika tetap tidak mau shalat), dan pisahkan tempat tidur mereka (Abu
Daud dan Hakim) (Abdullah Nashih Ulwan, 2007:54).
Metode Keenam, metode pengucilan (ithrah). Metode pengucilan ini merupakan metode terakhir yang ditempuh jika
nasehat yang baik dan metode-metode yang lainnya tidak mempan untuk berubahnya
prilaku sesorang kepada hal-hal yang baik dan peserta didik itu sudah dewasa. Rasulullah juga pernah melakukan pengucilan
sebagai hukuman bagi orang-orang yang durhaka kepada Allah. Al-Bukhari
meriwayatkan bahwa Ka’ab menceritakan tentang dirinya (bersama dua orang
temannya yang lain) tertinggal dari Nabi Saw., karena memang Ka’ab dan dua
temannya tidak mau ikut perang Tabuk. Karena keingkaran kami (kata Ka’ab),
Rasulullah pernah melarang kaum muslimin untuk berbicara dengan kami sampai 50
hari dan malam”. Pemboikotan atau pengucilan ini menjadikan Ka’ab dan temannya
merasa dunia ini sempit, dan pengucilan tersebut berakhir ketika turun wahyu
yang memberitahukan taubat mereka telah diterima oleh Allah. Rasulullah juga
pernah mengucilkan atau mendiamkan (tidak mengacuhkan) sebagian istrinya selama
satu bulan sebagai hukuman dan pelajaran bagi mereka (Abdullah Nashih
Ulwan, 2007:55).
Tentang
metode pengucilan ini, disebut Allah dalam al-Quran misalnya dengan sebutan ithrah
:
اقْتُلُواْ
يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضاً يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُواْ مِن
بَعْدِهِ قَوْماً صَالِحِينَ
Bunuhlah
Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian
ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi
orang-orang yang baik." (QS. Yusuf, 12:9)
D.
Teknik Pembelajaran
Menurut Ahmad Rivauzi (2015: 201-205 ), terdapat beberapa teknik dalam pembelajaran:
Menurut Ahmad Rivauzi (2015: 201-205 ), terdapat beberapa teknik dalam pembelajaran:
1.
Teknik bi al-Hikmah.
Teknik bi al-hikmah adalah sebuat teknik pembelajaran yang
menekankan kepada prinsip menghadirkan kredibelitas guru. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, menurut Khalid Abdurrahman al-‘Aki, dalam
kitab “Shafwah al-Bayan li Ma’ani al-Qur’an al-Karim, kata hikmah
berarti suatu pemahaman dan ilmu. Hikmah juga berati pemahaman atau benarnya
perkataan dan amalan (Khalid Abdurrahman al-‘Aki, 1994: 60 & 56).
2.
Teknik Mau’izhah Hasanah.
Mau’izhah hasanah memiliki makna bahwa seorang guru harus mampu mengkomunikasikan pendidikannya dengan komunikasi yang lahir
dari sentuhan nilai-nilai keruhanian. Mengajar dengan
hati adalah kunci dari teknik ini. Mengajar dengan ruh spiritual akan
memiliki daya tarik dan energi yang berbeda sentuhannya. Ihsan adalah
kemampuan seorang guru sebagaimana dikemukakan dalam hadits riwayat Muslim dari
Yahya bin Ya’mar, dijelaskan bahwa Jibril datang kepada Rasulullah Saw. dan
mengajarkan tentang tiga hal; Islam, Iman, dan Ihsan (Khalid Abdurrahman al-‘Aki, 1994: 60 & 56).
Tentang ihsan Nabi menjelaskan:
….قا ل فاخبرني عن الاحسان قا ل ان تعبد
الله كا نك تراه فان لم تكن تراه فا نه يراك….
… Jibril bertanya kepada Rasulullah; Terangkanlah kepadaku tentang
Ihsan! Rasulullah Saw menjawab; Ihsan ialah menyembah Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu….(HR.
Muslim).
3.
Teknik Mujadalah Hasanah.
Mujadalah adalah debat. Teknik mujadalah ini dapat dipakai pada
metode diskusi atau muhawarah. Prinsip dari mujadalah adalah
ihsan sebagaimana penjelasan sebelumnya. Tentang teknik bi al-hikmah,
mau’izhah, dan mujadalah ini dapat dilihat pada firman Allah di
bawah ini:
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya
dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
an-Nahl: 125)
4.
Teknik Amtsal.
Teknik amtsal dapat
diterapkan dalam metode atau ceramah ( tabligh). Dalam hal ini, amtsal
bermakna mengumpamakan sesuatu yang abstrak dengan yang lainnya yang lebih
konkret (Hamidin
Dt. Rajo Endah, 2010).
Di antara firman Allah yang menyebut teknik adalah:
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَاراً فَلَمَّا أَضَاءتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ
اللّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS.
Al-Baqarah, 2:17)
5.
Teknik ‘Ibrah
fi al-Qishshah.
Qishshah sering diartikan dengan bercerita. Bercerita ini salah satu teknik
dalam metode ceramah. Qisshah dalam al-Quran berasal dari kata “al-qashshu”
yang berarti mencari jejak. Secara terminologis, qishshah berarti pemberitaan
tentang hal-ihwal umat terdahulu atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu (Hamidin Dt. Rajo Endah, 2010).
Di adalam al-Quran, Allah menggambarkan teknik ini antara laian:
نَحْنُ
نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَـذَا
الْقُرْآنَ وَإِن كُنتَ مِن قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (QS. Yusuf,
12:3)
لَقَدْ كَانَ
فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُوْلِي الأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثاً يُفْتَرَى
وَلَـكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (QS. Yusuf, 12:111)
هُوَ
الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِن دِيَارِهِمْ
لِأَوَّلِ الْحَشْرِ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُم
مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ
يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم
بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
Dia-lah
yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung
mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka, bahwa mereka
akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada
mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah
mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah
mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka
ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai
pandangan. (QS. Al-Hasyr, 59: 2)
6.
Teknik Targhib wa Tarhib.
Kata-kata targib terambil dari bahasa Arab رَغَّبَ – يرغِّب - ترغيب yang berarti menyukai, menyenangi, dan
mencintai (Hamidin Dt. Rajo Endah, 2010). Makna terkandung dalam kata ini juga
mengandung makan banyak. Dengan demikian, targhib sebagai teknik pembelajaran
menekankan kepada upaya guru dalam memberikan kabar gembira dan menciptakan
suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran. Sedangkan kata-kata tarhib berasal
dari kata “rahhaba” yang berarti
menakut-nakuti dengan ancaman hukuman (Hamidin Dt. Rajo Endah, 2010).
Dalam menerapkan teknik pembelajaran ini, hendaknya targhib lebih sering
dilakukan ketimbang tarhib.
7.
Teknik Tajrib
(latihan).
Teknik ini
menekankan kepada pentingnya pengulangan dan latihan dalam membiasakan hal-hal
yang baik. Pembaiasaan ini dapat dilatihkan guru dan dibiasakan oleh peserta
didik sehingga dia menjadi kebiasaan yang berlaku tetap (Hamidin Dt.
Rajo Endah, 2010).
E.
Taktik
Ahmad Rivauzi (2015: 205-206) memaparkan tentang taktik pendidikan. Ayat al-Quran bicara tentang lemah lembut, dan berbagai hal
yang menjadikan peserta didik merasa nyaman dan aman bersama beliau.
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu (QS. Ali Imran: 159)
Tampa adanya kelamah lembutan, maka para
peserta didik akan menjauhkan diri dari gurunya. Ini disebabkan karena tidak
adanya rasa nyaman dan hilangnya rasa aman pada diri peserta didik. Lemah
lembut memberikan kesejukan dan rasa nyaman pada diri murid yang merupakan
prasyarat utama bagi mereka untuk memunculkan kreativitas belajar bagi mereka.
Kepustakaan
Abdul Mujib,
Kepribadian dalam Psikologi
Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Abdul Mujib,
Konsep Fitrah; Tela’ah atas Struktur Kepribadian dalam Perspektif Islam, Padang: PPs. IAIN IB Padang, 1997
Ahmad Rivauzi,
Pendidikan Berbasis Spiritual: Pemikiran Pendidikan Abdurrauf Singkel dalam
Kitab Tanbih al-Masyi, Padang: Jasa Surya, 2013. Cet. 1
Ahmad Rivauzi,
Pemikiran Abdurrauf Singkel tentang Pendidikan dan Implikasinya Pada Pondok
Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pakandangan Padang Pariaman, (Disertasi),
Padang: Pascasarjana IAIN IB Padang, 2014
Ahmad
Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman: Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik
Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, Ciputat:
Sakata Cendikia, 2015 Cet I
M.
Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 2006, Cet. XXIX
M.
Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan, 2007, cet. XVIII
M.
Quraish Shihab, Lentera al-Quran, Kisah dan Hikmah Kehidupan,
Bandung:Mizan, 2013 Edisi II, Cet. 1.,
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010) Cet. VII
bgmn hub.pendekatan, strategi,metode dan teknik serta taktik ?
BalasHapus