ISLAM
DAN KESEHATAN
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA
Menurut Quraish
Shihab (2007: 181), setidaknya
terdapat dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalam pandangan Islam. Pertama, sehat yang terambil dari
kata shihah, kedua, sehat dengan menggunakan kata ‘afiat (Ahmad Rivauzi, 2015: 297).
Quraish Shihab (2007: 182) menjelaskan, walupun dua kata tersebut memiliki arti yang
sama, namun masing-masingnya digunakan untuk hal yang berbeda. Di dalam
literatur keagamaan sendiri seperti dalam Hadits sendiri ditemukan sekian
banyak doa yang mengandung permohonan sehat dan permohonan ‘afiat. Dalam kamus
Bahasa Arab, kata ‘afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya
dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan tersebut berkaitan dengan
sejauhmana seseorang mengindahkan petunjuk-petunjuk Allah. Dengan demikian,
kata ‘afiat bermakna berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia. sedangkan kata shihat diartikan sebagai keadaan baik
bagi segenap anggota tubuh. Berdasarkan keterangan ini maka dapat disimpulkan
dalam sebuah contoh, mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat tanpa
menggunakan kacamata, sedangkan mata yang ‘afiat adalah mata yang dapat melihat
dan membaca objek-objek yang bermamfaat serta mengalihkannya dari memandang dan
membaca objek-objek yang terlarang, karena inilah fungsi dasar dari penciptaan
mata oleh Allah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama
pada tahun 1983 telah merumuskan pengertian sehat sebagai ketahanan jasmaniah,
ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib
disyukuri dengan mengamalkan semua tuntunan Allah, memelihara, dan
mengembangkannya (Ahmad Rivauzi, 2015: 298).
A. Pandangan Islam tentang Kesehatan Jasmani
Menurut Quraish
Shihab (2007: 182-187), sebagaimana dikutip Rivauzi (2015: 298-301), menjelaskan secara gamblang banyak ayat al-Quran dan
Hadits yang mengisyaratkan akan pentingnya pemeliharaan kesehatan jasmani.
1.
Anjuran pencegahan
penyakit
Rasulullah menegur beberapa sahabat yang bermaksud melampaui batas
ibadah dengan mengabaikan kesehatan jasmaniyahnya.
إن لجسد ك
عليك حقا (رواه البخاري)
Sesungguhnya
badanmu memiliki hak atas dirimu (Buhari)
Hadits di atas selaras dengan prinsip yang diletakkan oleh
literatur agama sebagai berikut:
الوقاية خير
من العلاج
Pencegahan
jauh lebih baik dari pada mengobati
Allah juga berfirman,
... إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
....
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah, 2: 222)
Dalam penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci. Bertaubat bertujuan
untuk kesehatan ruhani dan bersuci bertujuan untuk kesehatan jasmani. Rasulullah
saw juga bersabda sebagaimana ditulis Quraish Shihab (2007: 184)
الإيمان
بضع وسبعون شعبة أعلاها قول لااله الا الله وأدناها إماطةالأذى عن الطريق (رواه
البخاري ومسلم عن ابي هريرة)
Iman
terdiri dari tujuh puluh sekian cabang, puncaknya adalah keyakinan bahwa tiada
Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan hal-hal yang dapat
menyakiti dari jalanan. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)
Rasulullah
juga memerintahkan untuk menutup hidangan, mencuci tangan, bersikat gigi,
larangan bernafas sambil minum, tidak kencing pada air yang mengalir atau di
bawah pohon, dan lain sebagainya yang merupakan bentuk-bentuk pencegahan yang
diingatkan oleh Rasulullah agar umat Islam tidak terjangkiti atau terpelihara
dari penyakit.
Allah dan rasulnya juga mengingatkan untuk memelihara kesehatan
perut agar tidak diisi dengan berlebih-lebihan.
... وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
...makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al-A’raf, 7: 31)
ما ملأ آدمي
وعاء شرا من بطن بحسب ابن آدم أكلات يقمن صلبه فان كان لا محالة فثلث لطعامه وثلث
لشرابه وثلث لنفسه (رواه الترمذي )
Tidak ada sesuatu yang dipenuhkan oleh anak cucu Adam lebi buruk dari
pada perut. Cukuplah bagi anak cucu Adam beberapa suap yang dapat menegakkan
tubuhnya. Kalaupun harus dipenuhkan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga
untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas (HR Tarmizi)
Alexis Carel mengatakan sebagaimana
dikutip Quraish Shihab (2007: 185), bahwa makanan berdampak kepada perasaan,
kondisi psikis seseorang akan sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang dimakan atau
yang dimunumnya. Hal ini juga terisyarat dalam firman Allah yang mengatakan
bahwa darah yang mengalir, daging babi dilarang untuk dimakan karena hal itu
termasuk rijs (kotor). Para ulama tafsir menjelaskan bahwa rijs
adalah keburukan budi pekerti atau kebobrokan mental (Ahmad Rivauzi, 2015: 300). Allah berfirman:
قُل
لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ
أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ
رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ
وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah:
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena sesungguhnya semua
itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-An’am, 6: 145)
2.
Perintah berobat
jika sakit
Rasulullah saw., juga memerintahkan
kepada umat Islam untuk berobat jika mendapat ujian dari Allah berupa penyakit.
تداووا
فإ ن الله لم ينزل داء إلا أنزل معه دواء غير داء واحد وهو الهرم (رواه ابو داود و
الترمذي عن اسامة بن شريك)
Berobatlah,
karena Allah tidak menurunkan suatu penyakit kecuali diturunkan pula obatnya.
Kecuali penyakit ketuaan (HR. Abu Daud dan Tarmizi dari Usamah bin Syuraik)
B. Pandangan Islam tentang Kesehatan Mental (Ruhani)
Menurut Quraish Shihab (2007: 189), dalam al-Quran tidak kurang dari sebelas kali disebut istilah fi
qulubihim maradh (dalam hati mereka ada penyakit). Secara rinci Ibn Faris
mendefinisikan kata maradh sebagai segala sesuatu yang mengakibatkan
manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan berdampak kepada
terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang
(Ahmad Rivauzi, 2015: 301).
Berdasarkan keterangan di atas, maka
kesehatan mental ruhani merupakan kesehatan hati dan yang dimaksudkan dengan
hati di sini adalah ruhani seseorang (Ahmad Rivauzi, 2015: 301). Al-Quran menggambarkan bahwa orang-orang
yang beruntung adalah orang-orang yang hatinya sehat.
يَوْمَ لَا
يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ , إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ
سَلِيمٍ
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki
tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih, (QS Asy-Syu’ara’, 26: 88-89)
Al-Quran juga menunjukkan cara agar
ruhani seseorang sehat dan hidup dalam kedamaian.
الَّذِينَ
آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ
تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Ra’d, 13: 28)
Berdasarkan keterangan di atas, maka ibadah dan memperbanyak zikir
kepada Allah adalah merupakan cara untuk menjaga dan mengobati hati (mental)
yang sakit atau ruhani yang dihinggapi berbagai penyakit.
C. Pengobatan Melalui Terapi Ruhani dalam Islam
Sebuah hasil riset mengungkapkan, bahwa bibit penyakit dimulai dari
ruh bukan dari jasad. Oleh sebab itu, pengobatan yang ampuh harus dimulai dari
ruh, baru setelah itu diarahkan pada penyakit yang bersarang di tubuh. Abdul
Basith Muhammad as-Sayyid (2008: 16) mengungkapkan terapi spiritual sebagai
langkah awal untuk penyembuhan penyakit. Menurutnya, tubuh manusia terdiri dari
air. Air memiliki sesnsitifitas untuk membangkitkan berbagai kekuatan berskala
besar. Penelitian para ilmuan terhadap air mengungkapkan, bahwa air yang
dibacakan ayat-ayat Allah memiliki sifat-sifat baru yang berbeda dengan benda
cair lainnya. Hal ini merupakan salah satu bukti, bahwa kekuatan spiritual
seseorang yang membacakan ayat-ayat Allah pada air memiliki pengaruh yang besar
terhadap perubahan sifat air dan dapat dipakai untuk mengobati seseorang (Ahmad Rivauzi, 2015: 302).
Adnan Syarif (2002:205), seorang ahli kedokteran ahli jiwa,
menyatakan sebagaimana dikutib Mujib (2006: 141), bahwa ruh merupakan kunci rasa sakit.
Kesakitan seseorang bukan semata-mata disebabkan tubuhnya, melainkan karena
ruh. Seseorang yang mampu menguasai ruhnya, maka jasadnya menjadi sehat (Ahmad Rivauzi, 2015: 302).
As-Sayyid (2008: 17-20) sebagaimana dikuti Ahmad Rivauzi (2015: 302-304), menjelaskan bahwa terdapat beberapa syarat
yang harus diperhatikan oleh seseorang yang sedang menjalani proses pengobatan.
1.
Dalam kondisi
normal, setiap orang pada dasarnya dapat melakukan pengobatan sendiri.
Utsman
bin Abi al-‘Ash berkata, “Rasulullah pernah menjengukku saat aku sakit keras.
Nabi berkata, “Usapkanlah tanganmu sebanyak tujuh kali ke tempat yang sakit
sambil mengucapkan:
أعوذ بعزّة الله وقدرته وسلطانه من شرما أجد
Aku berlindung kepada keagungan Allah,
kekuasaan-Nya dan kemuliaan-Nya dari sakit yang aku rasakan. Aku melakukannya,
dan akhirnya Allah menyembuhkan penyakitku. Aku selalu memerintahkan keluargaku
dan orang lain untuk melakukan ini (HR. Tirmizi) (Rauf
Abid, 1971: 696)
2.
Harus memiliki
keinginan dan keyakinan untuk sembuh.
Sebuah
hasil penelitian George Mike menunjukkan bahwa kegagalan pengobatan lebih
disebabkan oleh karena tidak adanya keinginan sembuh dari pasien. Orang yang
memiliki keinginan dan keyakinan kuat untuk sembuh, memberikan dimensi baru
untuk kesembuhan. Keyakinan ini harus dimiliki oleh orang yang membantu
pengobatan dan orang yang sakit
3.
Kesucian hati
orang yang mengobati dan orang yang sakit serta ikhlas dan yakin bahwa
kesembuhan hanya datang dari Allah.
Al-Qadhi Badruddin Asy-Syibli menulis: Ali Akhbari berkata, “Saya
berada di Masjid Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal. Mutawakkil mengutus pelayannya
untuk menyampaikan pesan kepada Imam Ahmad, bahwa budak perempuannya kerasukan
jin. Dia minta bantuan Imam Ahmad untuk mengobati budaknya. Pelayan tersebut
mengambilkan sandal Imam Ahmad untuk berwudhuk. Imam Ahmad berkata kepada
pelayan itu, ”pergilah ke kediaman Amirul Mukminin dan duduklah di hadapan sang
budak. Katakan kepada jin yang merasuki, ‘Imam Ahmad berpesan kepadamu. Mana
yang kau suka: keluar dari budak perempuan ini atau ditampar dengan sandal ini
tujuh puluh kali? Jin Ifrit berkata lewat mulut sang budak, ‘Aku patuh dan
taat. Jika Imam Ahmad memerintahkanku untuk tidak tinggal di negeri Irak, aku
akan mematuhinya. Jin itupun keluar dari tubuh sang budak. Budak itu sembuh
hingga memiliki beberapa orang anak. Setelah Imam Ahmad bin Hanbal meninggal,
jin itu kembali merasuki sang budak. Mutawakkil mengadukan keadaan budaknya
kepada Abu Bakar al-Marwazi. Segera al-Marwazi mengambil sandal lantas pergi
menjumpai budak itu. Abu Bakar al-Marwazi berkata, ‘ Keluarlah kau atau aku
akan memukulmu!” Jin menjawab lewat mult sang budak, ‘Aku tidak mau keluar dari
budak ini dan aku tidak akan patuh kepadamu’. Imam Ahmad bin Hanbal adalah
orang yang taat dan ikhlas kepada Allah. Sehingga segala sesuatu akan patuh
padanya (Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, 2008: 20).
-------------------------------------------------------------
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I
-------------------------------------------------------------
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar