Sabtu, 19 Oktober 2013

Kematian dalam Pandangan Islam

Kematian dalam Pandangan Islam
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA

Kematian oleh para ulama didefinisikan sebagai  “ketiadaan hidup”. Di dalam al-Quran ditemukan penjelasan tentang  hidup dan mati ini. Berikut kupasan tentang kematian dalam penjelasan al-Quran dan hadits.Al-Quran menggambarkan naluri manusia yang enggan menghadapi kematian. Bahkan Iblis melakukan bujuk rayu kepada Adam dan Hawa melalui “pintu” keiinginan untuk hidup kekal selama-lamanya (Ahmad Rivauzi, 2015: 39-40).
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَاآدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى
“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"  QS. Thaha [20]: 120

Ahmad Rivauzi (2015: 40) mengutip Quraish Shihab yang menjelaskan beberapa alasan yang menyebabkan seseorang enggan atau takut hadapi kematian. Ada orang yang enggan dan takut mati karena ia tidak tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian; atau karena menganggap bahwa yang dimiliki di dunia ini lebih baik dari pada yang akan dihadapi setelah mati; atau karena membayangkan sulit dan pedihnya kematian; atau disebabkan oleh karena tidak memahami makna hidup dan mati.[1] Dengan demikian penjelasan tentang kehidupan dan kematian ini penting dipahami oleh manusia yang masih hidup di alam dunia ini. 


                                                                         
1.        Hidup dan mati itu masing-masing 2 kali
            Firman Allah, QS. Ghafir [40]: 11,
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
 “ Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?" QS. Ghafir [40]: 11,
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. QS. Al-Baqarah [2]:28

            Berdasarkan keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia menjalani hidup dan mati itu masing-masing dua kali. Kematian pertama dialami manusia sebelum kelahirannya atau sebelum Allah meniupkan ruh kepada jasad manusia (sebelum empat bulan dalam kandungan). Sedangkan kematian yang kedua dialami manusia saat ia meninggalkan dunia fana ini. Kehidupan pertama dimulai di saat ruh ditiupkan Allah sampai datangnya ajal, dan kehidupan kedua dimulai setelah dia meninggalkan dunia ini memasuki alam barzakh, atau alam akhirat.[2]
             
2.    Hakikat kematian merupakan proses alami untuk memasuki alam kesempurnaan

Kehidupan setelah mati digambarkan Allah dalam al-Quran jauh lebih baik dari pada kehidupan di dunia. Firman Allah,
 ...قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
"Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”. QS. An-Nisa’ [4]:77
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى
“ dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia”. QS. Al-Dhuha [93]:4

Ar-Raghib al-Ishahani menegaskan, “kematian, yang dikenal dengan berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantarkan manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah berpindah dari satu negeri ke negeri lain”.[3]
Al-Quran menyebut juga kematian dengan istilah wafat yang berarti sempurna dan imsak yang berarti menahan.  Sehingga dengan kematian manusia memperoleh kesenpurnaan seperti menetasnya ayam dari telurnya.
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah menyempurnakan jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (Qs. Az-Zumar [39]: 42)

3.    Hikmah adanya kehidupan dan kematian
Adanya hidup dan mati pada dasarnya merupakan ujian kepada manusia. Siapa di antara manusia yang lebih baik dalam ber’amal dan berprilaku dalam kehidupan di dunia ini. Allah berfirman dalam QS. Al-Mulk [67]: 1-3
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ , الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ , الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

4.    Kematian hanya Ketiadaan Hidup di Dunia
Kematian hanya sebatas berpindahnya alam kehidupan manusia dari alam dunia ke alam lain dengan cara yang tidak dapat diketahui manusia sepenuhnya.
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. QS. Al-Baqarah [2]: 154
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. (QS. Ali Imran [3]: 169)

            Seorang sejarawan Ibn Ishak meriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik Quraisy yang tewas dalam peperangan Badar dikuburkan pada satu perigi oleh  Rasulullah bersama para sahabat, Rasulullah bertanya kepada mereka yang telah dikuburkan itu, “ Wahai penghuni perigi (sumur kotor dan berbau), wahai Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khallaf, Abu Jahal bin Hisyam, (seterusnya beliau menyebut nama-nama orang-orang yang ada dalam perigi tersebut satu persatu). Wahai penghuni perigi! Adakah kamu telah menemukan apa yang dijanjikan tuhanmu itu benar-benar ada? Aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhanku.” Para sahabat bertanya, “ Ya Rasul, mengapa engkau berbicara dengan orang yang sudah meninggal? Rasul menjawab, “kamu sekalian tidak lebih mendengar dari mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawabku.[4]
            Riwayat di atas menunjukkan bahwa orang yang sudah mati, ruhnya tetap hidup dan bahkan lebih mampu mendengar daripada orang yang masih hidup di alam dunia ini.

5.    Keadaan orang menjelang mati
Fakhruddin ar-Razi mengatakan, “ tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi”. Karena tidur itu merupakan salah satu bentuk nikmat dan kelezatan yang diberikan kepada manusia, sehingga dengan demikian mati itupun sesungguhnya lezat dan nikmat. Namun demikian, seperti halnya tidur, ada faktor-faktor yang tentunya dapat menjadikan tidur menjadi terganggu atau bahkan ada tidur yang diganggu mimpi yang mengerikan. Dengan demikian, kematian juga seperti itu. Amal perbuatan di dunia akan menjadi faktor-faktor menjadikan kematian seseorang terasa sangat menyakitkan dan mengerikan. [5]
Al-Quran memberikan gambaran tentang kondisi yang dialami oleh orang meninggal. Untuk orang yang mukmin digambarkan Allah,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)   فصلت
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat [41]: 30
Nabi Muhammad Saw., dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa, “Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkan kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan”. [6]
Tentang apa yang akan dialami oleh orang yang kufur kepada Allah ini, al-Quran juga menjelaskan dalam QS. Al-Anfal [8]: 50,
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ(50) الانفال
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri)”.
... وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“... Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.(QS. Al-An’am [6]: 93
Berdasarkan paparan di atas, seyogyanyalah hamba yang beriman kepada Allah dan beramal shaleh tidak merasa takut dan khawatir untuk menghadapi kematian. Dengan banyak berubudiyah dan mengingat Allah akan membawa kedamaian dan kebahagiaan kepada jiwa (ruh atau nafs). Kedamaian serta kebahagiaan hati ini akan berlansung sampai saat-saat kematian dan akan merasakan kelezatan dan nikmat sebagaimana telah dijelaskan Al-Quran.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa (nafs) akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran [3]: 185)
6.    Alam barzakh (Qubur)

Alam Barzakh merupakan pembatas antara alam dunia dan akhirat.  Keberadaan di alam barzakh merupakan kehidupan yang dapat menyaksikan nasibnya kelak dan dapat juga menyaksikan kehidupan di pentas dunia. Dalam hal ini Allah berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada pemisah (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan”.(QS. Al-Mukminun [23]: 99-100)

Dari segi bahasa, “barzakh” berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh sebagai “periode antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan pada alam ini memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan alam barzakh bagaikan keberadaan pada suatu ruangan terbuat kaca. Ke depan dia bisa melihat keadaannya yang akan datang, sedang ke belakang ia dapat menyaksikan kehidupan yang berlangsung pada pentas dunia. Quraish Shihab mengutip beberapa riwayat menjelaskan hal ini sebagaimana paparan di bawah ini.[7] 
Sebuah riwayat dari Imam Ahmad ibn Hambal, Ath-Thabrani, Ibn Abi ad-Dunya, Ibn Majah dari Abu Sa’id al-Khudri. Rasul bersabda:
ا ن الميت ليعرف من يغسله ويحمله و يكفنه ومن ىدليه في حفرته
( رواه احمد والطبرانى وابن ابى الدنيا عن ابى سعيد الخدرى)  
“Sesungguhnya mayat mengenali siapa saja yang memandikannya, mengangkat dan mengkafaninya dan orang yang menurunkannya ke liang kubur”.
Riwayat lain dari Imam Bukhari juga menjelaskan,
اذا مات احدكم عرض مقعده بالغداة والعشى ان كان من اهل الجنة فمن اهل الجنة وان كان من اهل النار فمن اهل النار فيقال له هذا مقعدك حتى يبعثك الله
“Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya kelak (di hari kiamat). Kalau dia penghuni surga, maka diperlihatkan kepadanya tempat ahli surga; dan jika penghuni neraka,  maka diperlihatkan tempat ahli neraka. Lalu disampaikan kepadanya, inilah tempat tinggalmu sampai Allah membangkitkanmu kelak”.

Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa masruq berkata:

سأ لنا او سأ لت عبد الله ابن مسعود عن هذه الأية "لا تحسبنّ الذين قتلوا فى سبيل الله امواتا" فقال سألنا عن ذالك رسول الله فقال ارواحهم فى جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاء ت ثم تأوى الى تلك القنا ديل فا طلع عليهم ربهم اطلاعة فقال هل تستهون شيأ ؟ فقالوا أى شيئ نستهى ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا ففعل ذلك بهم ثلاث مرات فلما راوا أنهم لن يتركوا من ان يسألوا قالوا يارب نزيد ان تردّ ارواحنا فى اجسا دنا حتى نقتل فى سبيلك مرة اخرى فلما رأى ان ليس لهم حاجة تركوا رواه مسلم والترمزى

Kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat QS Ali Imran: 169 (di atas) . Abdullah bin Mas’ud berkata,: “Sesungguhnya kami telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah, dan beliau bersabda:” Arwah mereka di dalam rongga burung berwarna hijau dengan pelita-pelita yang tergantung di bawah ‘Arasy, terbang ke sorga dengan mudah kemanapun mereka kehendaki kemudian kembali lagi kepada pelita-pelita itu. Tuhan mereka mengunjungi mereka dan berfirman, “Apakah kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab, “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami terbang dengan mudahnya di Sorga, ke manapun kami menghendaki?” Tuhan melakukan hal yang demikian tiga kali dan ketika mereka sadar bahwa mereka tidak dibiarkan tanpa meminta sesuatu, mereka berkata: “Wahai Tuhan, kami ingin agar arwah kami dikembalikan ke jasad kami, sehingga kami dapat gugur di jalan-Mu untuk kali yang kedua. Setelah Tuhan melihat bahwa mereka tidak memiliki keinginan lagi di sana (lebih dari apa yang mereka peroleh selama ini) maka mereka dibiarkan”.

Ali ibn Abi Thalib juga pernah berkomentar kepada seorang sahabat yang bernama Yunus bin Zibyan,
سبحان الله المؤمن اكرم على الله من ان يجعل روحه في حصولة طير احضر يا يونس المؤمن اذا قبضه الله صير روحه في قالب كفال به فى الدنيا فيأكلون ويشربون فأذا قدم عليهم القادم عرفوه بتلك صورة التى كان عليها في الدنيا
“Maha suci Allah, seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah untuk ditempatkan ruhnya di rongga burung hijau wahai Yunus! Seorang mukmin bila diwafatkan Allah, ruhnya ditempatkan pada suatu wadah sebagaimana wadahnya pada waktu di dunia. Mereka makan dan minum, sehingga bila ada yang datang kepadanya, mereka mengenalnya dengan keadaannya semasa di dunia”

Demikianlah beberapa tamsilan yang digambarkan oleh beberapa riwayat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang mukmin yang sudah meninggal akan memperoleh kebebasan oleh Allah pada alam ruh untuk pergi ke mana saja mereka suka. Dengan pengertian mereka tidak terikat dan dikurung.
Terdapat kesulitan untuk memberikan penjelasan tentang hal-ihwal alam barzakh secara konkret sbagaimana juga dikaui oleh pakar tafsir Quraish Shihab walapun ada juga ulama yang mencoba mengilmiyahkannya.
Mustafa al-Kik, berpendapat bahwa manusia memiliki jasad berganda. Pertama, jasad duniawi, dan kedua jasad barzakhi (berwujud ruhani). Mustafa menjelaskan bahwa ada teori frekuensi dan gelombang-gelombang suara. Contohnya adalah radio yang dapat menangkap sekian banyak suara berbeda melalui gelombang suara yang berbeda pula. Walaupun ia saling memasuki, namun ia tidak menyatu dan tetap berbeda. Hal ini juga yang menyebabkan manusia yang hidup di dunia tidak dapat melihat sesuatu yang “ada” namun tidak dapat dilihat karena berbedanya frekuensi dan gelombang-gelombang itu. Berdasarkan pendapat ini, bisa juga alam barzakh itu keberadaanya sebatas berbedanya frekunsi dan gelombang-gelombang suara dengan lam dunia ini. Manusia tidak dapat mendengar, melihat hal-ihwal yang ada pada alam barzakh, namun penduduk alam barzakh dapat mendengar, melihat hal-ihwal yang ada di alam dunia.
7.        Alam akhirat
Kehidupan lam akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala pertama yang mematikan semua yang bernyawa
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ . وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً . فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ . وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ
Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.  Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.(QS. Al-Haqqah [69]: 13-16)
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“ Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)”. (QS. Al-Zumar [39]: 68)

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa ketika sangkakala ditiup, maka semua yang hidup akan mati. Inilah yang disebut dengan kiamat besar. Terdapat jarak antara tiupan sangkakal pertama dengan yang kedua, namun hanya Allah yang mengetahui kadar lamanya. Pada waktu itu, Allah berseru,
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“ (yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. (QS. Ghafir [40]: 16)

Setelah sangkakala kedua, maka manusia bangkit dari kuburnya masing-masing dan digiring menuju mahsyar.
وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ.
“Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi”. (QS. Qaf [50]: 21)

Para ulama menafsirkan pengiring pada ayat di atas dengan malaikat dan penyaksi pada ayat di atas dengan kesaksian diri mereka sendiri yang dapat mengelak, atau amal perbuatan mereka masing-masing.
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.





[1]  M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, 
[2] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an 
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an 
[4]Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Alli Audah,  Lihat juga,  M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an. Dalam riwayat lain disebutkan sahabat yang bertanya kepada Rasulullah itu adalah Umar. Umar bertanya kepada Rasul, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan jasad-jasad yang tidak lagi mempunyai ruh? Rasulullah, “Demi yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, kalian tidak lebih bisa mendengar daripada mereka, tetapi mereka tidak bisa menjawab”. Lihat, Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakhfury, Sirah Nabawiyyah, Penj.Kathur Suhardi, 
[5] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an 
[6] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an
[7] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an

Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I