Kematian
dalam Pandangan Islam
Oleh: Dr. Ahmad Rivauzi, MA
Kematian oleh para ulama
didefinisikan sebagai “ketiadaan
hidup”. Di dalam al-Quran ditemukan penjelasan tentang hidup dan mati ini. Berikut kupasan tentang
kematian dalam penjelasan al-Quran dan hadits.Al-Quran menggambarkan naluri manusia yang
enggan menghadapi kematian. Bahkan Iblis melakukan bujuk rayu kepada Adam dan
Hawa melalui “pintu” keiinginan untuk hidup kekal selama-lamanya (Ahmad Rivauzi, 2015: 39-40).
فَوَسْوَسَ
إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَاآدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ
لَا يَبْلَى
“Kemudian syaitan membisikkan
pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan
kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" QS. Thaha [20]: 120
Ahmad Rivauzi (2015: 40) mengutip Quraish
Shihab yang menjelaskan beberapa alasan yang menyebabkan seseorang enggan atau
takut hadapi kematian. Ada orang yang enggan dan takut mati karena ia tidak
tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian; atau karena
menganggap bahwa yang dimiliki di dunia ini lebih baik dari pada yang akan
dihadapi setelah mati; atau karena membayangkan sulit dan pedihnya kematian;
atau disebabkan oleh karena tidak memahami makna hidup dan mati.[1] Dengan
demikian penjelasan tentang kehidupan dan kematian ini penting dipahami oleh
manusia yang masih hidup di alam dunia ini.
1.
Hidup dan mati itu masing-masing 2
kali
Firman
Allah, QS. Ghafir [40]: 11,
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا
اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
“ Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau
telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu
kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk
keluar (dari neraka)?" QS.
Ghafir [40]: 11,
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ
وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ
تُرْجَعُونَ
“Mengapa
kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan
kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. QS. Al-Baqarah [2]:28
Berdasarkan keterangan ayat di atas, dapat dipahami bahwa
manusia menjalani hidup dan mati itu masing-masing dua kali. Kematian pertama
dialami manusia sebelum kelahirannya atau sebelum Allah meniupkan ruh kepada
jasad manusia (sebelum empat bulan dalam kandungan). Sedangkan kematian yang
kedua dialami manusia saat ia meninggalkan dunia fana ini. Kehidupan pertama
dimulai di saat ruh ditiupkan Allah sampai datangnya ajal, dan kehidupan kedua
dimulai setelah dia meninggalkan dunia ini memasuki alam barzakh, atau alam
akhirat.[2]
2. Hakikat
kematian merupakan proses alami untuk memasuki alam kesempurnaan
Kehidupan
setelah mati digambarkan Allah dalam al-Quran jauh lebih baik dari pada
kehidupan di dunia. Firman Allah,
...قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
"Katakanlah:
"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”. QS.
An-Nisa’ [4]:77
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ
الْأُولَى
“ dan
sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia”. QS. Al-Dhuha
[93]:4
Ar-Raghib
al-Ishahani menegaskan, “kematian, yang dikenal dengan berpisahnya ruh dari
badan, merupakan sebab yang mengantarkan manusia menuju kenikmatan abadi.
Kematian adalah berpindah dari satu negeri ke negeri lain”.[3]
Al-Quran
menyebut juga kematian dengan istilah wafat yang berarti sempurna dan imsak
yang berarti menahan. Sehingga dengan kematian
manusia memperoleh kesenpurnaan seperti menetasnya ayam dari telurnya.
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ
مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا
الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah menyempurnakan jiwa (orang)
ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya;
Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia
melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”.
(Qs. Az-Zumar [39]: 42)
3. Hikmah
adanya kehidupan dan kematian
Adanya hidup dan mati pada dasarnya
merupakan ujian kepada manusia. Siapa di antara manusia yang lebih baik dalam
ber’amal dan berprilaku dalam kehidupan di dunia ini. Allah berfirman dalam QS.
Al-Mulk [67]: 1-3
تَبَارَكَ
الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ , الَّذِي
خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ
الْعَزِيزُ الْغَفُورُ , الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ
طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ
تَرَى مِنْ فُطُورٍ
Maha Suci Allah yang di
tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,yang Telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah
berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
4. Kematian
hanya Ketiadaan Hidup di Dunia
Kematian
hanya sebatas berpindahnya alam kehidupan manusia dari alam dunia ke alam lain
dengan cara yang tidak dapat diketahui manusia sepenuhnya.
وَلَا
تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ
لَا تَشْعُرُونَ
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu
tidak menyadarinya. QS. Al-Baqarah [2]: 154
وَلَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ
رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. (QS. Ali Imran [3]:
169)
Seorang sejarawan Ibn Ishak
meriwayatkan bahwa ketika orang-orang musyrik Quraisy yang tewas dalam
peperangan Badar dikuburkan pada satu perigi oleh Rasulullah bersama para sahabat, Rasulullah
bertanya kepada mereka yang telah dikuburkan itu, “ Wahai penghuni perigi
(sumur kotor dan berbau), wahai Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah
bin Khallaf, Abu Jahal bin Hisyam, (seterusnya beliau menyebut nama-nama
orang-orang yang ada dalam perigi tersebut satu persatu). Wahai penghuni
perigi! Adakah kamu telah menemukan apa yang dijanjikan tuhanmu itu benar-benar
ada? Aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhanku.” Para sahabat
bertanya, “ Ya Rasul, mengapa engkau berbicara dengan orang yang sudah
meninggal? Rasul menjawab, “kamu sekalian tidak lebih mendengar dari mereka,
tetapi mereka tidak mampu menjawabku.”[4]
Riwayat di atas menunjukkan bahwa
orang yang sudah mati, ruhnya tetap hidup dan bahkan lebih mampu mendengar
daripada orang yang masih hidup di alam dunia ini.
5. Keadaan
orang menjelang mati
Fakhruddin
ar-Razi mengatakan, “ tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama.
Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur
adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi”. Karena
tidur itu merupakan salah satu bentuk nikmat dan kelezatan yang diberikan
kepada manusia, sehingga dengan demikian mati itupun sesungguhnya lezat dan
nikmat. Namun demikian, seperti halnya tidur, ada faktor-faktor yang tentunya
dapat menjadikan tidur menjadi terganggu atau bahkan ada tidur yang diganggu
mimpi yang mengerikan. Dengan demikian, kematian juga seperti itu. Amal
perbuatan di dunia akan menjadi faktor-faktor menjadikan kematian seseorang
terasa sangat menyakitkan dan mengerikan. [5]
Al-Quran
memberikan gambaran tentang kondisi yang dialami oleh orang meninggal. Untuk
orang yang mukmin digambarkan Allah,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30) فصلت
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS.
Fushshilat [41]: 30
Nabi Muhammad
Saw., dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menjelaskan bahwa,
“Seorang mukmin, saat menjelang kematiannya, akan didatangi oleh malaikat
sambil menyampaikan dan memperlihatkan kepadanya apa yang bakal dialaminya
setelah kematian. Ketika itu tidak ada yang lebih disenanginya kecuali bertemu
dengan Tuhan (mati). Berbeda halnya dengan orang kafir yang juga diperlihatkan
kepadanya apa yang bakal dihadapinya, dan ketika itu tidak ada sesuatu yang
lebih dibencinya daripada bertemu dengan Tuhan”. [6]
Tentang apa
yang akan dialami oleh orang yang kufur kepada Allah ini, al-Quran juga
menjelaskan dalam QS. Al-Anfal [8]: 50,
وَلَوْ
تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ
وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ(50) الانفال
“Kalau kamu melihat ketika para
malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang
mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar",
(tentulah kamu akan merasa ngeri)”.
... وَلَوْ
تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ
أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ
بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ
تَسْتَكْبِرُونَ
“... Alangkah dahsyatnya sekiranya
kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan
sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayat-Nya.(QS. Al-An’am
[6]: 93
Berdasarkan
paparan di atas, seyogyanyalah hamba yang beriman kepada Allah dan beramal
shaleh tidak merasa takut dan khawatir untuk menghadapi kematian. Dengan banyak
berubudiyah dan mengingat Allah akan membawa kedamaian dan kebahagiaan kepada
jiwa (ruh atau nafs). Kedamaian serta kebahagiaan hati ini akan
berlansung sampai saat-saat kematian dan akan merasakan kelezatan dan nikmat
sebagaimana telah dijelaskan Al-Quran.
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa (nafs) akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan.”
(QS. Ali Imran [3]: 185)
6. Alam barzakh
(Qubur)
Alam
Barzakh merupakan pembatas antara alam dunia dan akhirat. Keberadaan di alam barzakh merupakan kehidupan
yang dapat menyaksikan nasibnya kelak dan dapat juga menyaksikan kehidupan di
pentas dunia. Dalam hal ini Allah berfirman,
حَتَّى
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا
فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ
إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah
keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh
terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada pemisah (barzakh)
sampai hari mereka dibangkitkan”.(QS.
Al-Mukminun [23]: 99-100)
Dari segi
bahasa, “barzakh” berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh
sebagai “periode antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan pada alam ini
memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan
alam barzakh bagaikan keberadaan pada suatu ruangan terbuat kaca. Ke depan dia
bisa melihat keadaannya yang akan datang, sedang ke belakang ia dapat
menyaksikan kehidupan yang berlangsung pada pentas dunia. Quraish Shihab
mengutip beberapa riwayat menjelaskan hal ini sebagaimana paparan di bawah ini.[7]
Sebuah
riwayat dari Imam Ahmad ibn Hambal, Ath-Thabrani, Ibn Abi ad-Dunya, Ibn Majah
dari Abu Sa’id al-Khudri. Rasul bersabda:
ا ن الميت ليعرف من يغسله ويحمله و يكفنه ومن ىدليه في حفرته
( رواه احمد والطبرانى وابن ابى الدنيا عن ابى سعيد الخدرى)
“Sesungguhnya mayat mengenali siapa saja yang memandikannya,
mengangkat dan mengkafaninya dan orang yang menurunkannya ke liang kubur”.
Riwayat
lain dari Imam Bukhari juga menjelaskan,
اذا مات احدكم عرض مقعده
بالغداة والعشى ان كان من اهل الجنة فمن اهل الجنة وان كان من اهل النار فمن اهل النار
فيقال له هذا مقعدك حتى يبعثك الله
“Apabila salah
seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya tempat
tinggalnya kelak (di hari kiamat). Kalau dia penghuni surga, maka diperlihatkan
kepadanya tempat ahli surga; dan jika penghuni neraka, maka diperlihatkan tempat ahli neraka. Lalu
disampaikan kepadanya, inilah tempat tinggalmu sampai Allah membangkitkanmu
kelak”.
Imam
Muslim juga meriwayatkan bahwa masruq berkata:
سأ لنا او سأ لت عبد الله ابن مسعود عن هذه الأية
"لا تحسبنّ الذين قتلوا فى سبيل الله امواتا" فقال سألنا عن ذالك رسول الله
فقال ارواحهم فى جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاء ت ثم تأوى
الى تلك القنا ديل فا طلع عليهم ربهم اطلاعة فقال هل تستهون شيأ ؟ فقالوا أى شيئ نستهى
ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا ففعل ذلك بهم ثلاث مرات فلما راوا أنهم لن يتركوا من ان
يسألوا قالوا يارب نزيد ان تردّ ارواحنا فى اجسا دنا حتى نقتل فى سبيلك مرة اخرى فلما
رأى ان ليس لهم حاجة تركوا رواه مسلم والترمزى
Kami
bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat QS Ali Imran: 169 (di atas) .
Abdullah bin Mas’ud berkata,: “Sesungguhnya kami telah menanyakan hal itu
kepada Rasulullah, dan beliau bersabda:” Arwah mereka di dalam rongga burung
berwarna hijau dengan pelita-pelita yang tergantung di bawah ‘Arasy, terbang ke
sorga dengan mudah kemanapun mereka kehendaki kemudian kembali lagi kepada
pelita-pelita itu. Tuhan mereka mengunjungi mereka dan berfirman, “Apakah
kalian menginginkan sesuatu? Mereka menjawab, “Apalagi yang kami inginkan
sedangkan kami terbang dengan mudahnya di Sorga, ke manapun kami menghendaki?”
Tuhan melakukan hal yang demikian tiga kali dan ketika mereka sadar bahwa
mereka tidak dibiarkan tanpa meminta sesuatu, mereka berkata: “Wahai Tuhan,
kami ingin agar arwah kami dikembalikan ke jasad kami, sehingga kami dapat
gugur di jalan-Mu untuk kali yang kedua. Setelah Tuhan melihat bahwa mereka
tidak memiliki keinginan lagi di sana (lebih dari apa yang mereka peroleh
selama ini) maka mereka dibiarkan”.
Ali
ibn Abi Thalib juga pernah berkomentar kepada seorang sahabat yang bernama
Yunus bin Zibyan,
سبحان الله المؤمن اكرم
على الله من ان يجعل روحه في حصولة طير احضر يا يونس المؤمن اذا قبضه الله صير روحه
في قالب كفال به فى الدنيا فيأكلون ويشربون فأذا قدم عليهم القادم عرفوه بتلك صورة
التى كان عليها في الدنيا
“Maha suci
Allah, seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah untuk ditempatkan ruhnya di
rongga burung hijau wahai Yunus! Seorang mukmin bila diwafatkan Allah, ruhnya
ditempatkan pada suatu wadah sebagaimana wadahnya pada waktu di dunia. Mereka
makan dan minum, sehingga bila ada yang datang kepadanya, mereka mengenalnya
dengan keadaannya semasa di dunia”
Demikianlah
beberapa tamsilan yang digambarkan oleh beberapa riwayat. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seorang mukmin yang sudah meninggal akan memperoleh kebebasan
oleh Allah pada alam ruh untuk pergi ke mana saja mereka suka. Dengan
pengertian mereka tidak terikat dan dikurung.
Terdapat
kesulitan untuk memberikan penjelasan tentang hal-ihwal alam barzakh secara
konkret sbagaimana juga dikaui oleh pakar tafsir Quraish Shihab walapun ada
juga ulama yang mencoba mengilmiyahkannya.
Mustafa
al-Kik, berpendapat bahwa manusia memiliki jasad berganda. Pertama, jasad
duniawi, dan kedua jasad barzakhi (berwujud ruhani). Mustafa menjelaskan
bahwa ada teori frekuensi dan gelombang-gelombang suara. Contohnya adalah radio
yang dapat menangkap sekian banyak suara berbeda melalui gelombang suara yang
berbeda pula. Walaupun ia saling memasuki, namun ia tidak menyatu dan tetap
berbeda. Hal ini juga yang menyebabkan manusia yang hidup di dunia tidak dapat
melihat sesuatu yang “ada” namun tidak dapat dilihat karena berbedanya
frekuensi dan gelombang-gelombang itu. Berdasarkan pendapat ini, bisa juga alam
barzakh itu keberadaanya sebatas berbedanya frekunsi dan gelombang-gelombang
suara dengan lam dunia ini. Manusia tidak dapat mendengar, melihat hal-ihwal
yang ada pada alam barzakh, namun penduduk alam barzakh dapat mendengar,
melihat hal-ihwal yang ada di alam dunia.
7.
Alam
akhirat
Kehidupan
lam akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala pertama yang mematikan semua
yang bernyawa
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ
نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ . وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتَا دَكَّةً وَاحِدَةً . فَيَوْمَئِذٍ
وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ . وَانْشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ
يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ
Maka apabila sangkakala ditiup
sekali tiup. Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung,
lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari
kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.(QS.
Al-Haqqah [69]: 13-16)
وَنُفِخَ
فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ
اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali
siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi Maka
tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)”. (QS. Al-Zumar [39]: 68)
Ayat di atas memberikan penjelasan
bahwa ketika sangkakala ditiup, maka semua yang hidup akan mati. Inilah yang
disebut dengan kiamat besar. Terdapat jarak antara tiupan sangkakal pertama
dengan yang kedua, namun hanya Allah yang mengetahui kadar lamanya. Pada waktu
itu, Allah berseru,
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لَا
يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ
الْقَهَّارِ
“ (yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada
suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah
berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”.
(QS. Ghafir [40]: 16)
Setelah
sangkakala kedua, maka manusia bangkit dari kuburnya masing-masing dan digiring
menuju mahsyar.
وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا
سَائِقٌ وَشَهِيدٌ.
“Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang
malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi”. (QS. Qaf [50]: 21)
Para
ulama menafsirkan pengiring pada ayat di atas dengan malaikat dan penyaksi pada
ayat di atas dengan kesaksian diri mereka sendiri yang dapat mengelak, atau
amal perbuatan mereka masing-masing.
يَوْمَ
تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjakan.
[1] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an,
[2]
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an
[3]
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an
[4]Muhammad Husain Haikal, Sejarah
Hidup Muhammad, terj. Alli Audah, Lihat juga, M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an. Dalam riwayat lain disebutkan sahabat yang bertanya
kepada Rasulullah itu adalah Umar. Umar bertanya kepada Rasul, “Wahai
Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan jasad-jasad yang tidak lagi
mempunyai ruh? Rasulullah, “Demi yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, kalian
tidak lebih bisa mendengar daripada mereka, tetapi mereka tidak bisa menjawab”.
Lihat, Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakhfury, Sirah Nabawiyyah, Penj.Kathur
Suhardi,
[5]
M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an
[6]
M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an
[7]
M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I
Sumber: Ahmad Rivauzi, Wawasan Studi Keislaman; Memahami Universalitas Islam untuk Mendidik Pribadi dan Masyarakat yang Berkarakter Rahmatan li al-‘Alamin, (Ciputat: Sakata Cendikia, 2015) Cet I